May 24, 2020

Mohon Maaf

Tanpa disadari, seringkali manusia menyimpan dan mengungkap kesombongan dalam setiap ucapannya. Maksud hati ingin berbasa-basi atau sekedar merangkai kata indah agar tidak nampak polosan saja dalam berucap justru menimbulkan banyak makna ambigu. 

Ambil contoh kalimat "mohon maaf jika ada salah" yang sering kita ucapkan.

Sepintas ini biasa saja. Namun coba perhatikan kembali kata "jika". Ada sebuah prasyarat di sana. Kalimat tersebut bisa diartikan meluas sebagai "saya mohon maaf" tetapi prasyaratnya adalah "jika saya ada salah". Sebaliknya dapat diartikan juga "jika saya tidak ada salah" ya "saya nggak mohon maaf". 

Hal tersebut juga berlaku untuk penggunaan kata "kalau" sebagai pengganti "jika".
Hal ini tentu bertentangan dengan pepatah termahsyur dari Arab berbunyi "manusia tempatnya salah dan lupa" dan diperkuat oleh hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan Ibnu Majjah, "Setiap anak Adam mempunyai kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah bertaubat".

Baiklah. Kalau pembahasan hadits terlalu berat, mari kita renungi dengan meraba diri, "Masak sih kita nggak pernah punya salah? Sekalipun kepada orang yang paling kita cintai dan hormati?"

Walaupun "benar" dan "salah" adalah hal hakiki, namun kadang definisi "salah" atau "dosa" ini bisa berbeda jika kita sudi mengambil sudut pandang orang lain. Misal, niat kita yang tulus untuk mengingatkan orang yang kita cintai agar berbuat baik bisa ditangkap menjadi sesuatu yang menjengkelkan dan menyakitkan bagi orang lain. Pada kondisi tersebut kita bisa saja dikatakan "bersalah" oleh orang yang kita ingatkan itu.

Rasulullah SAW, manusia terbaik yang secara nyata telah dijamin Allah menempati surga tanpa tersentuh api neraka, bahkan tak pernah congkak dengan kedudukannya. Padahal sekelas beliau sangat wajar jika berkata "aku tak pernah salah, aku tak perlu minta maaf darimu". 

Namun sejarah menjadi saksi bahwa Muhammad SAW di penghujung hidupnya, dalam keadaan sakit dan lemah sebelum meninggal, beliau kumpulkan seluruh sahabatnya di masjid dan memberi pengumuman, "Sesungguhnya, aku akan pergi menemui Allah. Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusan dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua. Adakah aku berhutang kepada kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau bertemu dengan Allah dalam keadaan berhutang dengan manusia".

Berdirilah seorang mantan preman yang diketahui bernama Ukasyah. Ia mengaku pada saat perang Uhud, Rasulullah suatu ketika memukulkan cambuk di belakang kuda yang beliau tunggangi, namun cambuk tersebut justru mengenai Ukasyah yang berada di belakangnya. Lalu Ukasyah bertanya, "Ya Rasulullah, seandainya ini dianggap hutang maka aku minta engkau menyelesaikan. Namun jika bukan, maka tak perlulah engkau berbuat apa-apa".

Rasulullah menjawab, "Sesungguhnya itu adalah hutang wahai Ukasyah. Jika dulu aku pukul engkau, maka hari ini aku akan menerima hal yang sama darimu".

Betapa dengan segala kerendahan hati, Rasulullah menyadari bahwa ia hanyalah manusia yang tak luput dari kesalahan. Beliau ingin menyelesaikan masalah hablum minannas sebelum meninggalkan dunia.

Dari banyak kasus dan kisah kita belajar. Jalan keluar terbaik pada setiap hutang, perselisihan, kesalahan, dan kekhilafan adalah tentu saja dengan menyelesaikannya. Atau istilah kerennya: rekonsiliasi. Salah satu wujud rekonsiliasi paling jamak adalah dengan meminta maaf dan memaafkan. Dengan tulus. Ikhlas. Tanpa prasyarat. Tanpa "jika". Tanpa "kalau".

Meminta maaf tidak membuat kita kalah atau lebih rendah dari orang lain. Memaafkan bukan berarti membuat kita lemah atau lebih melunak dari yang lainnya. Dengan maaf dan memaafkan justru membuat kita sama-sama menang.

Mari meniatkan keduanya untuk pertolongan Allah di akhirat kelak. Mengutip Alm. KH. Zainuddin MZ, "sekalipun ternyata akhirat itu nggak ada toh kita nggak rugi karena telah berbuat baik di sepanjang kehidupan kita di dunia".

Di hari yang sangat baik ini... ijinkan saya, Aris Pradana, atas nama pribadi dan keluarga (istri, anak, dan bayi dalam kandungan) memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada salah kepada Anda sekalianMohon kelapangan hati dan keikhlasan untuk memaafkan segala kesalahan juga kekhilafan kami baik lisan maupun tulisan, kelakuan maupun perbuatan, online maupun offline.

Taqabbalallahu minna wa minkum. Shiyamana wa shiyamakum. Wa taqabbal yaa kariim.

Semoga kita semua selalu dirahmati Allah, dalam lindungan dan hidayah-Nya, serta diijinkan untuk bertemu kembali dengan Ramadhan selanjutnya. Semoga pandemi dan segala marabahaya dijauhkan dari kita semua dan Allah ijinkan kita untuk dapat bertemu kembali pada kesempatan yang baik.

Aamiin yaa robbal'alamiin.

Palembang, 1 Syawal 1441 H
-Aris, Dizka, Deara, Adeknya Deara-

No comments:

Post a Comment