May 06, 2020

Anniversary #4 : Empat Tahun Menuju Berempat

Orang tua kita masing-masing selalu mengingatkan bahwa sepuluh tahun pertama adalah masa-masa paling sulit dalam pernikahan. Ada beberapa teman yang sebelum menikah pun sudah berpacaran dan saling mengenal lebih dari sepuluh tahun toh nyatanya tak membuat pernikahan tampak lebih mudah untuk mereka jalani.

Maka kita berdua pun bersepakat bahwasanya kunci utama dari sebuah pernikahan adalah: TERUS BELAJAR BERSAMA.

Dalam hal apa? Banyak. Akan tetapi kalau boleh aku menyimpulkan dalam empat tahun perjalanan kita ini, setidaknya ada empat hal utama yang kusyukuri karena kita telah bersama-sama terus melatihnya. Dan kuharap akan selalu begitu seterusnya.
1. Menerima Perbedaan
Kita berdua lahir di tahun yang berbeda. Dididik dari lingkungan dan dengan cara yang berbeda meskipun serupa. Cara terbaik dalam menghadapi perbedaan itu kayak gimana? Ya, cuma satu: menerima.
Iya. Menerima. Menerima bahwa kamu lebih suka mencet pasta gigi dari tengah meskipun aku mati-matian mengenalkan bahwa mencet dari ujung bawah itu yang terbaik. Menerima aturan bahwa kaos oblong yang dipake buat daleman kemeja itu tetap harus disetrika meskipun bagiku nggak perlu karena toh nggak keliatan juga dari luar. Menerima kebiasaanmu yang lebih memilih makan bakso ataupun mie instan pake nasi walau bagiku bakso dan mie instan itu adalah entitas merdeka yang sudah bisa dinikmati berdikari tanpa campur tangan nasi.
Kita berdua begitu menikmati ini sebab dari penerimaan terhadap perbedaan-perbedaan receh tersebut justru melatih kita untuk mau saling mendengar argumen kala berdebat pada sebuah diskusi.


2. Mencintai Kekurangan
Aku tahu part lagu Once yang "aaaku mau mendampingi dirimu.. aaaku mau cintai kekuranganmu.." adalah salah satu part yang kamu suka dalam lagu ini. Terima kasih ya....kamu benar-benar mewujudkan lirik lagu yang kamu suka itu. Kamu mencintai kekuranganku yang sepertinya nggak banyak sih.....banyak banget tapi ya kayaknya hehehe
Tadinya kupikir yang namanya cinta itu ya seutuhnya. Tapi setelah dijalani, memang bagian mencintai kekurangan ini ternyata nggak mudah lho. Kalau kelebihan mah sudah pasti dicintai, bahkan itu yang menjadi awal kenapa kita bisa mencintai seseorang kan. Nah, mencintai kekurangan ini adalah bentuk paling sederhana dari cinta sejati.
Bila pada masa perkenalan ataupun berpacaran kekurangan-kekurangan bisa ditutupi, disembunyikan, bahkan diakali, maka hal itu tak akan pernah bisa terjadi pada pernikahan. Setiap hari, sepanjang waktu, interaksi kamu dan aku tidak memberikan kesempatan untuk kita saling menutupi kekurangan. Maka sama halnya dengan prosesku dalam mencintaimu, kita berdua juga berproses dari mengenali kekurangan, menerima kekurangan, hingga mencintai kekurangan masing-masing.
Yaaa contoh sedikitnya, aku mencintai suaramu meski kamu pun menyadari kamu kesulitan menebak nada dasarnya. Kamu pun mencintai kegagapanku di dapur yang hanya jago rebus air, nyeplok telor, bikin mie instan lalu berantakin cucian piring.
Semoga dengan cintamu terhadap kekuranganku itu tidak membuatku terlena untuk terus memelihara kekurangan itu. Justru membuatku terus berusaha untuk menjadikannya lebih baik.


3. Hindari Memaksa
Sangat jamak kita tahu pada sebuah hubungan, kita selalu ingin sok pahlawan mengubah pasangan kita ke arah yang lebih baik. Akan menjadi masalah jika itu dilakukan dengan memaksa. Padahal dalam semua literatur kepemimpinan dan hubungan interpersonal yang pernah kubaca, perubahan terbaik yang terjadi adalah yang dilakukan oleh masing-masing individu dengan didasari kesadaran hati dan pikirannya. Itulah yang akan bertahan lama.
Aku bersyukur kamu tak pernah memaksaku mengakui kurma yang basah seperti "Sukkari King Dates" lebih enak daripada kurma yang teksturnya lebih kering seperti "Palm Fruits" favoritku. Sepertiku yang tak pernah memaksamu makan durian yang enaknya sering bikin orang lupa diri. Kamu tak pernah memaksaku belajar masak, sepertiku yang tak memaksamu cepat-cepat belajar nyetir. Dan dulu pun aku tak pernah memaksamu menyukai Maliq & D'essentials atau Dewa 19, sepertimu yang tak pernah memaksaku menyukai The Weekend atau Taylor Swift.
Kita sadar bahwa pemaksaan adalah awal pertengkaran, sekalipun tujuannya baik. Aku bersyukur bahwa sampai sekarang kita lebih memilih cara lain di luar "paksaan" untuk saling mengajak ke arah kebaikan.


4. Komunikasi Efektif
Ketiga hal teoritis tadi hanya bisa dibungkus dengan sangat baik oleh yang namanya praktek komunikasi efektif. Bisa saja masing-masing kita telah menyadari dan menerapkan "menerima perbedaan", "mencintai kekurangan", dan "hindari memaksa" di kehidupan kita sehari-hari. Akan tetapi dampaknya akan jauh lebih besar kita kita pun mampu mengkomunikasikannya.
Kalau coba mengingat materi kuliah dasar telekomunikasi, dikatakan bahwa komunikasi yang efektif itu melibatkan komponen-komponen diantaranya (isi) pesan, pengirim pesan, penerima pesan, kanal (channel) atau media, dan cara pengiriman pesan. Pada praktek mudahnya kita lebih banyak mempelajari dua hal yang belakang: kanal dan cara pengiriman.
Yang seringkali terjadi di rumah tangga adalah isi pesan dari suami ke istri (dan sebaliknya) sebenarnya bagus, positif, make sense, dan tujuannya baik. Namun menjadi sebuah masalah ketika "cara pengiriman pesan" dan "kanal komunikasi" yang digunakan tidak tepat. Dalam bahasa teknik disebut losses.
Contoh gampangnya.....misal nih...misal ya.... Istri mau kirim pesan berupa "mau beli baju buat anak". Bisa jadi masalah panjang kalau cara ngomongnya "Yah, jangan beli sepatu aja terus! Ini baju anakmu udah kekecilan nggak pernah diperhatiin!" Lalu Sang Suami tidak terima dan menjawab "Aku? Beli sepatu terus? Itu kamu beli tas nggak ada berhentinya". Kita bisa menebak akhir kisah drama tersebut adalah bantal Sang Suami diletakkan di sofa ruang tamu lalu kamar tidur dikunci dari dalam oleh Sang Istri.
Selain cara pengiriman pesan yang kurang baik, media/kanal yang digunakan tidak memadai. Bisa jadi Sang Istri mengutarakan maunya itu saat Suami baru aja masuk rumah sepulang kerja dan habis kena marah bosnya waktu di kantor. Bayangin, udah laper, capek, bete abis kena semprot bos eh ditembak pula sama Istri.

Aku bersyukur kamu tidak seperti itu. Kamu selalu bisa menemukan cara komunkasi yang efektif untuk menyampaikan pesanmu...

(sebuah WA masuk darimu)
 "Yah, bagus nggak? Ini yang kemarin Ayah pilihin lho".
Iya, kamu selalu melibatkanku dalam pemilihan warna jilbab yang mau kamu beli. Selain untuk menambah kepercayadirianmu, cara itu efektif membuatku merasa telah memilihkanmu yang terbaik dan membuatku merasa juga memiliki jilbab itu. Kamu pintar, Sayang.

"Iya. Masya Allah cantik yaa Istriku...", jawabku menimpali foto selfimu.
"Makasih Ayah. Warnanya pas nih. Tapi kayaknya Deara belum punya baju warna ini nih Yah. Lagian baju mainnya Deara udah banyak yang kekecilan", sahutmu kala itu.

"Hmm. Iya bener udah banyak kekecilan. Kemarin baru aja Ayah bilang gitu juga kan? Yaudah kalo uang belanjanya masih ada beliin aja Sayang", aku menyetujuimu.

"Oke nanti Bibuk scroll-scroll dulu ya. Makasih Ayah. Cepet pulang!", nah kode-kode kayak gini sering jadi senjata ampuh nih dalam berkomunikasi.

(lima menit kemudian)
"Eh iya, Yah. Ini nemu nih yang paling pas sama warna jilbab Bibuk. Cocok kayaknya sama Deara, tapi...."
perasaanku mulai nggak enak nih, tapi dengan manis dan lembut kamu melanjutkan...
"tapi ini bajunya couple-an Ibu dan Anak gitu lho. Boleh kah?"
dengan jawaban "OK" dariku saja sudah cukup menyimpulkan bahwa kamu telah benar-benar menguasai dasar-dasar komunikasi efektif (bahkan ini negosiasi efektif sih, lebih dari sekedar komunikasi).

Aku harap komunikasi kita semakin baik, semakin mesra, semakin tulus, dan penuh ridho dari Allah sepanjang sisa usia kita kelak.


Jadi, hari ini mari sejenak kita refleksi dan evaluasi apa saja makna empat tahun kita ini. Terima kasih telah, masih, dan terus setia menemaniku, menemani Deara, dan....adek :)

Alhamdulillah, di usia empat tahun ini kita akan segera menuju berempat atas kehendak Allah. Semoga Allah ridho kepada kita di sepanjang usia dunia dan akhirat kita kelak. Aamiin.

*nostalgia: 07.05.2020

1 comment: