04:00 WIB sebelum azan subuh, mata tiba-tiba automelek tanpa bantuan alarm. Mungkin adrenalin sudah nyuruh otak buat bangun duluan. Setelah mandi dan solat subuh, langkah gontai penuh keyakinan membawa saya ke starting line. Setelah kategori Marathon berangkat duluan 05:00 WIB, setengah jam berselang ganti kategori HM yang meluncur.
Lalu dimulailah perjalanan itu…
Dari awal targetnya memang “hanya” menyelesaikan race sebelum Cut-off Time (COT). Sudah. #PB dengan sendirinya akan tercapai karena ini adalah jarak terjauh yang pernah ditempuh. Empat kilometer pertama berhasil dilalui dengan selamat. Lumayan stabil di rentang pace 5:52 sampai 6:24. Mungkin karena paginya Bandung masih bersahabat. Atau mungkin efek lari bareng grup pacer 2.15 (pemandu pace dengan target finish 2 jam 15 menit).Menuju KM #5, ujian pertama hadir menyapa kami semua dengan nama: “flyover (ngeselin) Kiaracondong”. Grup pacer 2.15 sudah ngacir entah ke mana. Meninggalkan saya yang nanjak menggeleng meringis sambil meratapi nasib disalib ibu-ibu dan mbak-mbak yang kayaknya santuy bener naik jalanan model begini.
KM #6 hingga KM #10 sekelebat nampak postur jangkung Coach Agung Mulyawan mendampingi Sahila Hisyam yang sepertinya cuma jogging santai saja. Padahal rasanya kok setengah mati mengejar ritme lari mereka. Belum sempet menyapa Coach Agung, tiba-tiba Soraya Larasati ngebut sepertinya pakai pace 5:00.
Duh. Malunya hati ini bila teringat saat itu…
Satu setengah jam berlalu. Jam tangan menunjuk angka 13 sekian kilometer telah terlalui. Memori di kepala memutar pita rekaman terakhir kali saya long run sepertinya cuma 15 km saja. Tinggal kurang dari 2 km lagi rekor terjauh mampu saya lewati, namun belum cukup untuk menyelesaikan lomba.
Musibah hadir di sekitar 100 meter menuju hydration point KM #16. Otot hamstring kiri tiba-tiba kaku kencang bukan main. Imbas dari insiden kecil yang membuat saya dan beberapa pelari berhenti mendadak karena ada salah satu kendaraan nyelonong memotong track.
Saya coba paksa lari 4-5 langkah namun akhirnya harus dihentikan. Beruntung ada tim medis di KM #16. Jetspray disemprotkan di sekeliling paha kiri. Sembari menikmati beberapa teguk mineral water dan sebungkus energy gel, perlahan otot mulai kooperatif. Sambil mengucap mantra, “yok bisa yok!”
Sisa 5 km menjadi last push yang sebenarnya. Sungguh menguras segala daya yang ada.
Angka digital di tangan menunjukkan bahwa 2 jam lebih sudah saya habiskan di jalan. Sebelah otak berpikir “ini ngapain sih lelarian dua setengah jam, numpak polygon atau vixion ‘kan luwih enak” dan sebelahnya lagi berkata “ayo wes dikit lagi finish!”.Sungguh perdebatan tiada ujung sejak KM #16 tadi. Pikiran konsisten ngebet melangkahkan kaki melawan otot-otot paha yang lemah melihat jajaran pedagang es doger sepanjang pinggir jalan. Ah, memang benar kata orang, rebahan di kasur sambil berselimut uang 5 milyar kayaknya jauh lebih nikmat.
Dan beginilah rasanya. Lari dua jam lebih dengan pace keong. Saat menembus gapura finish line, hanya ekspresi senyum syukur yang bisa mewakili segalanya. Perih pedih menahan kram seolah terlupa. Mengingat latihan yang angin-anginan, fisik yang bisa dibilang tidak terlalu fit, alhamdulillah menyelesaikan race sesuai target: tidak kena COT.
Tahun depan gimana? Embuh wes, pijet dulu lah yang penting…
No comments:
Post a Comment