May 15, 2014

You Hired for Attitude, Not (only) Skills!

Seringkali saat menjalani masa perkuliahan, kita menghadapi kebimbangan tentang mana yang jauh lebih penting? IPK cumlaude, piagam segudang, track record keorganisasian yang cemerlang, ataukah setumpuk karya ilmiah?

Pembahasan akan semakin seru jika diperlebar melalui pertanyaan atau pilihan: "ilmu teknis, kemampuan praktis, ataukah leadership?"

Dalam tulisan ini saya mencoba membagi sedikit dari yang saya tahu dan alami.

Dalam masa pembinaan satu tahun di perusahaan tempat saya bekerja, saya telah mengalami rotasi (perpindahan) departemen/divisi lebih dari tiga kali. Salah satu yang saya syukuri adalah, kesempatan untuk merasakan penempatan di salah satu departemen yang cukup vital, yakni Department of Recruitment, Talent, and Organization Development (RTOD), atau di perusahaan kebanyakan disebut dengan HRD, karena selain satu-satunya yang beruntung pernah OJT di departemen ini, RTOD semakin memperkaya wawasan saya tentang culture dari perusahaan secara umum.

Ary Ginanjar, pendiri ESQ 165, pernah mengungkapkan bahwa kemampuan di dunia sekolah/kuliah yang terwakili dalam IQ, hanya dipakai maksimal 20% dalam dunia kerja. Selebihnya, EQ dan SQ yang akan banyak berperan dalam menentukan garis kesuksesan seseorang. Sementara Anies Baswedan dalam sebuah kesempatan mengingatkan,"IPK akan mengantarkan Anda pada pintu interview dunia kerja, tapi leadership akan membawa Anda meraih masa depan."

Rupanya pernyataan kedua tokoh tersebut memang bukan isapan jempol belaka. Meski (katanya) menemukan anak-anak jenius dengan IPK hampir mentok ke atas dalam satu kampus lebih sulit daripada menghitung yang IPK-nya angin-anginan, faktanya Tim Rekrutmen perusahaan tidak pernah kesusahan menjaring anak-anak ber-IPK di atas 3,5 (dalam skala 4,00). Yang sering kita jumpai justru para sarjana dan diploma baru yang meratapi namanya tersisih karena harus terlempar dari saringan IPK. Akan tetapi, ternyata saringan IPK ini hanya untuk segelintir posisi yang memang membutuhkan dukungan berupa IPK outstanding. Selebihnya? Attitude yang berbicara!

Recruitment vs Development
Perusahaan akan bersusah payah dan berani menggelontorkan budget yang lumayan besar untuk mendidik orang daripada untuk merekrut orang. Apa artinya? Yang lebih dibutuhkan dan dicari di dunia kerja adalah attitude yang baik dan mental juara yang tangguh. Technical skills, kompetensi keilmuan, dan segala perangkat hard skills lainnya adalah sesuatu yang bisa dan mudah dibentuk melalui program-program pembinaan perusahaan untuk karyawannya. Sementara great attitude dan mental juara merupakan perpaduan antara bakat dan pembinaan jangka panjang yang didapat dari lingkungan serta latar belakang karyawan itu sendiri.

Ilustrasi sederhananya, perusahaan hanya butuh waktu 3-7 hari atau bahkan satu bulan penuh untuk membekali karyawan barunya agar memahami flow business process, kemampuan menghitung & menganalisis revenue perusahaan, menyusun laporan kinerja & pencapaian target perusahaan, dan kompetensi-kompetensi teknis lainnya yang menunjang dia bekerja. Sementara memunculkan jiwa pejuang yang pantang menyerah, mampu bekerja dalam tim beserta seluruh dinamikanya, bisa mengatasi perbedaan & pertentangan pendapat dengan dewasa, menjunjung tinggi integritas kapanpun dimanapun, dan seluruh atribut softskills lainnya, perusahaan butuh waktu panjang dalam mewujudkan itu pada karyawan-karyawan barunya. Bahkan investasinya (jika harus diuangkan) akan jauh menutupi budget produksi, karena attitude dan softskills ini bersifat pengembangan jangka panjang dan membutuhkan continous maintenance.


Superman vs Superteam

Dalam perjalanan di dunia kerja, tak jarang saya menemukan kasus dimana karyawan tidak disukai atasan (dan atau) bawahannya, tidak dilanjutkan kontraknya, bahkan ekstrimnya diputus kontraknya hanya karena memiliki attitude yang buruk. Padahal secara kompetensi dan kinerja masih memenuhi standar. Karena bagaimanapun juga harmonisasi tim dan sinergi perusahaan akan mendatangkan prestasi kerja yang jauh luar biasa daripada kehadiran superman-superman yang justru mengubur kesempatan pembetukan superteam.

Seorang superman, jika ia tidak memiliki attitude yang baik, akan cenderung individualis dan tak akan memikirkan orang lain, sekalipun itu timnya. Kecenderungan cara pandangnya terhadap masalah adalah "saya hebat, saya punya kompetensi, siapapun harus percaya dan menerima hasil kerja saya". Akan menjadi malapetaka jika si superman ini dihadapkan pada posisi perbedaan dan pertentangan. Rapat/meeting yang seharusnya mencari solusi terbaik, akan berubah menjadi ajang pembelaan diri dan unjuk kualitas karena ia merasa dirinya paling benar dan cara orang lain adalah salah. Ia datang dalam posisi defensif, tidak mau menerima insight dari luar, dan apapun yang terjadi ia harus menang. Kalaupun akhirnya harus kalah, di belakang layar ia akan mengedepankan kecewa, tak jarang mulai membangun koalisi barisan sakit hati, dan ia akan menjalani hasil meeting dengan setengah bahkan seperempat hatinya.

Sementara seseorang dengan attitude yang baik akan melakukan cara dan pendekatan yang berbeda. Ia tak akan mendahulukan kepentingan pribadi, dia akan mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya untuk tim, menghormati dan menghargai orang lain sekalipun itu bawahannya. Jika dalam sebuah perbedaan dan pertentangan, ia akan menyikapinya secara ksatria dan selalu berfokus untuk mencari solusi terbaik dari perbedaan tersebut. Baginya kemenangan tim adalah yang utama. Saat menghadapi tekanan bahkan stres, ia tak akan melawan balik dan menyalurkan emosi ke pihak lain, melainkan dengan kematangan emosinya, ia akan bergerak mengurai satu demi satu masalah yang menghimpitnya untuk kemudian dipecahkan segera.

Itulah mengapa karyawan baru dengan attitude menawan akan jauh lebih mudah memikat HR dan user daripada karyawan baru dengan kepandaian memukau namun minim attitude. Maka akan ada beberapa saran terbaik bagi mereka yang sedang bersiap menatap dunia kerja.

Sharpen Your Saw
Pertama, perkayalah diri dengan seluruh komponen leadership. Minimal ada tiga poin penting dalam leadership, yakni endurance, communication, dan team work.

Endurance atau daya tahan ini mencakup kemampuan seseorang untuk berada di bawah tekanan, baik tekanan mental maupun fisik. Tidak banyak orang pandai dan cerdas secara intelegensi bisa tetap menampilkan performa terbaiknya saat ia berada dalam tekanan. Yang umum terjadi, saat seseorang tertekan reaksi alaminya adalah melawan balik, melemparkan emosi ke media lain, atau bahkan semakin terpuruk dalam belenggu stres.

Communication. Seorang leader akan tampak aura kepemimpinannya dari cara dia bertutur kata dan menghadapi orang lain. Pribadi pemimpin selalu santun dan tegas meski berhadapan dengan perdebatan yang sengit, menaruh hormat kepada siapapun lawan bicaranya, persuasif dan mampu mempengaruhi lingkungannya dengan cara pendekatan komunikasinya yang menawan, serta taktis dan memukau dalam bernegosiasi. Pemimpin yang baik bukanlah yang mendominasi pembicaraan, namun karena kemampuannya untuk selalu mau mendengarkan dan memahami siapapun lawan bicaranya, membawanya pada posisi dimana kata-katanya selalu ditunggu untuk memecah kebuntuan. Walau kemampuan berbicara adalah hal mendasar bagi setiap manusia, faktanya tidak semua orang memiliki kecerdasan berkomunikasi.

Team work. Kepemimpinan jelas adalah tentang pengaruh. Pemimpin bukanlah orang yang selalu ada di depan memberi instruksi. Akan tetapi adalah orang selalu bisa memberi warna pada sebuah tim dimanapun ia berada. Ia bisa menjalankan peran sebagai atasan dan bawahan dengan sama baiknya. Dalam kamusnya hanya ada kemenangan dan kepentingan tim di atas pencitraan dan prestasi pribadi. Ia tak segan-segan turun merangkul dan memberdayakan timnya agar tercipta orkestrasi yang jauh lebih harmonis dalam tim. Pemimpin yang memiliki kemampuan team work yang baik akan bisa me-manage orang-orang dalam tim dengan baik, yang artinya ia secara pribadi juga harus sudah bisa me-manage dirinya dan pekerjaannya terlebih dahulu.

Kedua, perkuat kemampuan teknis dan pemahaman keilmuan untuk dapat membentuk pola pikir ilmiah. IPK hanyalah angka yang tertera pada transkrip ijasah terakhir kita, jauh lebih dari itu adalah seberapa jauh dan mendalam pemahaman kita terhadap ilmu yang kita pelajari. Di dunia kerja, semuanya adalah hal-hal real yang dihadapi, yang bahkan contoh kasusnya belum benar-benar kita pelajari di kampus dan bangku sekolah. Akan tetapi dunia pendidikan memberikan bekal berupa pola dan dasar-dasar dari kondisi realnya. Jikalaupun masih ada gap yang sangat jauh antara dunia sekolah dengan dunia kerja, jangan khawatir! Pendidikan dan kuliah formal kita ini bukan untuk membuat kita jadi pandai, akan tetapi membantu mengasah pola pikir kita dalam pemecahan permasalahan.

Saat pelajaran matematika dasar dari bangku SD pun kita dibiasakan menyusun pemecahan soal dengan pola "Diketahui", "Ditanyakan", "Jawab", "Jadi". Pola tersebut merupakan pattern dasar dalam kemampuan problem solving seseorang dimana kita harus mengidentifikasi terlebih dahulu seluruh variable permasalahan, lalu menetapkan tujuan atau goal dari kasus tersebut, kemudian kita rumuskan cara-cara penyelesaian masalah secara runtut untuk kemudian kita dapat ambil kesimpulan yang dapat menjawab tujuan dari pertanyaan/permasalahan tadi. Sehingga pemimpin yang baik tak akan mungkin lahir dengan pola pikir akademis yang di bawah rata-rata karena softskills-nya adalah implementasi dari pola pikir yang ia dapatkan dari hardskills.

Jadi? Masih menganggap IPK di atas segalanya? Atau menganggap organisasi lebih penting dari mendengarkan dosen berceramah?

You hired for attitude, not only skills! :)

No comments:

Post a Comment