January 20, 2012

Not a Fairy Tale #1

Jika diibaratkan milestone sebuah perusahaan, pembentukan kepribadian dan karakter seseorang mengalami beberapa masa dengan fase-fase pengembangan tertentu.
*Oke, saya ngaku, ini bahasanya terlalu rumit.
Sederhananya, setiap manusia punya masa-masa dimana mereka tumbuh dan berkenalan dengan dunia-dunia baru dalam kehidupannya.
Dan proses tersebut akan membentuk karakter seseorang, tidak terkecuali saya.... :)


Usia TK (Taman Kanak-kanak)...
Masa ini mewakili fase "masa kecil sangat bahagia"
Betapa tidak, saat seusia itu, sebagian besar waktu saya habiskan untuk bermain (dan mulai mengenal baca tulis, tentunya).


Memang saya dilahirkan bukan dalam keluarga yang sangat berada, namun justru sangat bergelimang kasih sayang.
Permaianan-permainan anak kecil di masa itu memang tidak seluruhnya dapat saya cicipi.
Justru itu membentuk kreativitas dalam menemukan bahkan menciptakan mainan-mainan yang lebih mengasyikan.
Dan tipikal permainan pun lebih banyak yang bersifat sosialis atau melibatkan banyak partner bermain, sehingga ini cukup memengaruhi cara bergaul saya.

Masa SD hampir habis untuk fokus kepada belajar, belajar, dan sekolah.
Ada kepuasan tersendiri ketika mampu menyelesaikan setiap soal, tugas, dan tantangan dari guru-guru kala itu.
Jika nilai tidak mencapai 100 (yang artinya sempurna) ada rasa menyalahkan diri sendiri, maka jangan heran jika predikat bintang kelas hampir tidak pernah lepas barang sejengkal pun dari saya.
*plisss ini bukan bermaksud sombong, dear my beloved blog-reader....
Bedanya, saya bukan tipikal bintang kelas yang kutu buku.
Selalu dikelilingi teman-teman yang kocak menjadi salah satu ciri pergaulan saya.
Bahkan titel Finalis Siswa Teladan SD se-Kabupaten tidak membuat saya semakin berbeda, menjauh ataupun dijauhi oleh teman-teman SD, justru mereka lebih dekat layaknya tidak ada sekat diantara kami.
Alhamdulillah...

Beranjak SMP, masa pubertas tahap awal, dimana pergaulan agak lebih luas, meskipun hampir sebagian besar teman SMP adalah teman SD saya dulu.
Maklum, selalu ada tradisi "bedol desa" alias transmigrasi besar-besaran dari SD saya (yang ehmm...memang terbaik di kota ini) menuju SMP 1 Tulungagung.
Rasanya hanya pindah tempat belajar tetapi dengan orang-orang yang relatif serupa.
Passion kala SMP mulai memasuki ranah olah raga.
Waktu saya belajar mulai terbagi dengan kegiatan baru yang sangat kental dengan olah raga.
Selasa dan jumat malam adalah jadwal latihan Karate, karena kebetulan Kyokushin-kai Kan adalah satu-satunya ekskul yang saya ikuti.
Minggu pagi rekan-rekan sudah menanti di lapangan sepak bola dengan atribut lengkap ala pemain bola profesional.
Dan sebulan sekali kolam renang menjadi tujuan melepas penat.
Ranking kelas, alhamdulillah masih dapat dipegang meski kali ini persaingan lebih ketat.
Wajar, seluruh siswa SD terbaik di kota ini tumplek blek di SMP ini, bahkan tidak jarang saya bertemu pesaing-pesaing saya pada lomba-lomba saat SD dulu.

Mengenakan seragam SMA membuat seseorang merasa (sok) lebih dewasa.
Tidak jarang diantara mereka seakan sudah menjadi jagoan di kotanya karena memang sudah tidak ada yang lebih tua daripada mereka di kalangan pelajar sekolah (kecuali kakak kelasnya tentu, hehe).
SMA diklaim sebagai masa terindah dari serangkaian cerita manis setiap Warga Negara Indonesia, tidak terkecuali saya.
Saat itu dunia minat bakat dan seni menjadi hal yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Seni tulis menulis jurnalistik dipadu sentuhan seni rupa membuat saya cukup eksis di lomba mading, baik regional maupun nasional.
Ekskul jurnalistik kami semasa SMA bernama Madcrew, aneh tapi benar-benar mewakili sifat para anggotanya.
Madcrew pada awalnya dimaksudkan untuk mewakili akronim Magazine & mading-Crew, atau kru yang mengurusi majalah dan mading sekolah.
Namun pada perjalanannya, akronim ini memiliki arti ganda, makna satunya adalah "kru gila".
Karena selalu bekerja di bawah tekanan, mengejar deadline, menguras stamina dan energi.
Pada tahapan SMA ini pula saya mulai mengenal lebih jauh tentang musik, khususnya band.
LaMapa, nama band kami.

Dari mulai yg iseng hingga mulai jadi pelanggan festival.
Festival pun berjenjang, dari tingkat sekolah, kabupaten, karesidenan, hingga tingkat propinsi.

Setelah agak penat dengan festival dan kompetisi-kompetisi band, kami (saya dan rekan-rekan band) mulai mengurangi intensitas ber-festival, dan menambah jam terbang bermain di acara-acara yang lebih menghibur.
*Istilah kerennya: entertainment kecil-kecilan. Hahaha

Memang menjadi band reguler di sebuah cafe atau pub belum pernah kami rasakan.
Namun menjadi pengisi utama parade band, opening act (band pembuka) sebuah konser, guest star di festival band pelajar, band pembuka menjelang band reguler naik pentas, home band acara ultah, pesta perpisahan sekolah, hingga nikahan, semua pernah kami jalani.
Dari yang dikontrak dengan nominal yang pantas, dikontrak dengan "harga teman", dibayar hanya uang transport, diganti uang sewa studio latihan saja, dibayar sebagai syarat "biar (dirasa) ada penghargaan" saja, hingga dibayar teh botol dan tepuk tangan belaka.
Lengkap! Semua pernah kami jalani.

Masa kuliah menjadi masa yang lagi-lagi berubah drastis.
Dari mana ceritanya seorang yang buta organisasi menjadi cinta mati ke ormawa?
Hmm...seru!
Maba digembleng dg pengaderan yg cukup "seru" membuat saya menyadari bahwa ada hal lain yang perlu kita siapkan menuju dunia kerja.
Tidak menjadi "benalu" bahkan "racun" di angkatan namun juga bukan pimpinan angkatan, namun fase demi fase saya ikuti dengan semangat ala Muhammad Assad: Positive, Persistence, Pray.
Hingga membawa saya memberanikan diri mendaftar sebagai salah satu calon staff di BEM FTI ITS 2009/2010.
Pesaing yang melimpah dibanding modal diri yang pas-pasan sukses memperbesar kekhawatiran namun tidak untuk dengan kepercayaan diri.
Di luar dugaan, saya lolos bersama 83 staf yang lain dengan posisi departemen yang tidak pernah terpikir, terbayangkan, bahkan tercita-citakan!
Yup, departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM).


Minder berbaur takut menyelimuti perjalanan kepengurusan.
Kadep dan Kabiro saya sempat nyaris kehilangan cara bagaiman membuat saya lebih ter-eksplore, di benak mereka (mungkin) mereka menganggap bahwa memilih saya sebagai staf merupakan blunder terbesar.
Namun cara saya mempelajari sesuatu adalah mengamati, mengikuti, dan menjalani segalanya seraya menikmati setiap prosesnya.
Dan jadilah saya sebagai kader dari departemen ini yang paling unik.
Kenapa?
Berbagai seleksi pelatihan bergengsi mampu saya tembus.
Hingga akhirnya ada momentum tertentu yang membuat saya berani mencalonkan diri sebagai Calon Presiden BEM FTI ITS 2010/2011.
*bagian ini akan dibahas di posting selanjutnya

Tuhan berkata lain, saya terpilih!
Dan Kadep saya hanya bisa bersyukur seraya menggelengkan kepala dan bergumam,
"dari mana kamu (saya, red) dapat ilmu sebanyak itu, sementara kamu adalah staf yang paling jarang saya ajak ngomong".

Maka hari-hari saya dihadapkan dengan lika-liku ormawa.
Hingga memimpin Forum BEM FT Se-Surabaya pun saya lakukan melalui akses sebagai Presiden BEM FTI ITS.

Praktis tahun kedua dan ketiga saya berkuliah di ITS diwarnai dengan kehidupan organisasi.

Beranjak ke tahun keempat, babak baru kembali dibuka.
Saya memberanikan diri mendaftar ke dalam Tim Riset di Laboratorium tempat dimana saya berkuliah.
Teknik Telekomunikasi dan Multimedia menjadi bidang yang saya pilih di semester lima ketika saya berkuliah di Teknik Elektro ITS.
Terdaftar sebagai satu dari tiga anggota Tim Riset Komunikasi Taktis di Lab Antena dan Propagasi Tek. Telekomunikasi & Multimedia Jurusan Tek. Elektro ITS, mendorong saya untuk lebih banyak terjun di dunia keilmiahan.
Ini adalah dunia yang baru dan sama sekali belum pernah saya sentuh.
Dulu, saya menganggap anak-anak KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) di masa SMA adalah sekumpulan manusia planet lain yang terasing dari pergaulan namun kaya akan medali olimpiade.
Mereka sukses di dunia yang mereka "ciptakan" namun relatif gagal dalam pergaulan.
Anggapan ini ingin segera saya hapus dengan terjun langsung di dunia keilmiahan, meskipun terhitung telat (karena baru masuk di tahun keempat masa kuliah...hehehe)

Alhamdulillah, melalui bimbingan dosen yang cukup inspiratif, rekan-rekan yang kreatif, serta iklim yang mendukung,
lima karya PKM bisa dibuat dan empat darinya alhamdulillah didanai oleh hibah Dikti.

Kalau ditarik ke belakang, ada beberapa fase yang bisa disimpulkan dari yang saya alami.
Yakni....
1. Fase bermain-main dan belajar bersosialisasi (usia TK)
2. Fase belajar dan berprestasi di sekolah (usia SD)
3. Fase membentuk fisik dengan olahraga (usia SMP)
4. Fase mengembangkan minat dan bakat seni (usia SMA)
5. Fase mengembangkan potensi manajerial, kepemimpinan, dan keorganisasian (tahun pertama sampai ketiga masa kuliah)
6. Fase menggeluti keilmiahan (tahun keempat kuliah)

Saya percaya bahwa karakter dan diri kita adalah bentukan dari pertemuan kita dengan orang-orang yang ada dalam setiap jengkal hidup kita.
Juga merupakan sekumpulan proses kita dalam menjalani berbagai fase dalam hidup ini.

Jadi, "seperti apa Anda sekarang" sangat dipengaruhi oleh "apa yang dulu Anda lakukan",
jika sudah memahami konsep ini,
maka untuk menuju "seperti apa saya kelak"...akan dapat terjawab dengan "apa yang sedang atau harus saya kerjakan sekarang".

sukses adalah hak kita! :)

No comments:

Post a Comment