August 12, 2011

Indonesia, Selamat Hari Kebangkitan Teknologi Nasional ke-16!

Bulan Agustus terlanjur melekat di benak Bangsa ini sebagai gawe besarnya negeri ini. Genap enam puluh enam tahun sudah negeri kita menghirup udara kemerdekaan. Tanggal bersejarahnya diabadikan dalam lagu ciptaan H. Mutahar bertajuk “Hari Merdeka”.

Namun tidak banyak yang tahu jika dua hari yang lalu, 10 Agustus, telah ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Hakteknas sangat asing di telinga, mendengarnya saja saya merasa bukan seorang mahasiswa teknik, karena saya benar-benar tidak tahu HAKTEKNAS. Bahkan sempat berpikir bahwa ini hajat barunya KNRT (Kementrian Negara Riset dan Teknologi), sebelum saya mengetahui bahwa ini adalah tahun keenambelas peringatannya.


Tonggak sejarah peringatan Hakteknas terjadi, ketika Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, Menteri Riset dan Teknologi saat itu, membuat langkah besar yang ditandai dengan penerbangan perdana pesawat terbang N-250 Gatotkaca pada tanggal 10 Agustus 1995. Momentum tersebut menjadi awal Kebangkitan Teknologi anak bangsa.


Peristiwa penerbangan perdana pesawat N-250 pada tanggal 10 Agustus 1995 itu merupakan pengejawantahan upaya panjang sejumlah ilmuwan Indonesia untuk menjadikan bangsa ini sebagai bangsa terhormat di dunia. Bermodalkan kebijakan transformasi industri yang dicanangkan Menristek waktu itu.

Beberapa tahun sebelumnya IPTN telah berhasil memproduksi pesawat CASA-212 berkapasitas penumpang 12 orang berdasarkan lisensi yang diperoleh dari Spanyol. Pengalaman dan pengetahuan yang dikumpulkan dari pelajaran membuat CASA-212 tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh tenaga ahli IPTN, untuk itu secara bermitra dan berpatungan dengan perusahaan mitra CASA Spanyol, ahli-ahli Indonesia berinovasi untuk membuat produk baru dengan merancang bangun dan memproduksi pesawat CN-235 yang berkapasitas 35 penumpang.

Keberhasilan-keberhasilan tadi menebalkan keyakinan IPTN untuk terus mengembangkan diri lebih lanjut, bermodalkan pengalaman dan pengetahuan yang terakumulasi, secara mandiri IPTN mulai merancang dan memproduksi sendiri pesawat N-250 yang berkapasitas 50 orang penumpang.

Untuk pertama kali pada tanggal 10 Agustus 1995 itu, masyarakat kota Bandung, Jawa Barat bersama masyarakat Indonesia dan dunia menyaksikan keberhasilan bangsa Indonesia menerbangkan secara perdana pesawat N-250 Gatotkaca yang dirancang, direka, diciptakan, dan diproduksi sendiri oleh putra-putri bangsa Indonesia.

Keberhasilan ini tidak merupakan suatu peristiwa yang berdiri sendiri, akan tetapi kait-mengait dengan sukses gerakan pengerahan nasional dalam upaya penguasaan teknologi di bidang lain. Dalam rangka peringatan 50 tahun Indonesia merdeka, beberapa badan usaha milik negara yang bernaung di bawah Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS) telah berhasil menciptakan produk-produk berteknologi tinggi kreasi bangsa sendiri.

Bukti keberhasilan itu antara lain ditandai dengan keberhasilan merancang dan memproduksi sendiri lokomotif untuk menarik rangkaian Kereta Api cepat, yang memungkinkan ditempuhnya jarak Jakarta-Surabaya dalam waktu 9,5 jam yang sebelumnya memakan waktu 12 jam.

Begitu pula galangan kapal PT PAL telah berhasil merancang dan memproduksi kapal laut PALINDO JAYA 500 yang dapat menampung 500 orang penumpang, tidak mengherankan jika berbagai kalangan masyarakat Indonesia -seperti para cerdik cendekiawan, alim ulama, serta wakil-wakil rakyat di DPR- menyuarakan keinginan mereka untuk menjadikan tanggal 10 Agustus sebagai hari yang pantas dijadikan tonggak perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

*beberapa informasi di atas saya dapat langsung dari buku panduan Hakteknas
Ya..ya...sepertinya kita sangat rindu terobosan-terobosan baru dari teknologi yang bisa kita hasilkan demi kemajuan peradaban bangsa.

Secercah harapan terbuka ketika tahun 2008, Menkominfo, Muh. Nuh mencanangkan pengembangan televisi digital di negeri ini. Dan hingga saat ini masih terus dilakukan pengembangan-pengembangan.

Di seluruh dunia ada 3 standar televisi digital yaitu DTV (Digital Television, standar di USA), DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial, standar di Eropa) dan ISDB-T (Integrated Services Digital Broadcasting Terrestrial, standar di Jepang). Lalu China di tahun 2006 mengembangkan DMB-T/H sebagai standar mereka.

Saya memang bukan ahli di bidang telekomunikasi multimedia ataupun sejenisnya, bahkan masih sangat awam dan butuh ilmu yang jauh jauh lebih banyak. Namun jika kita perhatikan, dua negara Asia terakhir ini mereka begitu nekat (lebih tepatnya berani dan taktis). Terlepas dari kecakapan mereka dalam teknologi (yang memang lebih unggul dari negara asia lain), ada dua sisi lain yang bisa coba kita simpulkan dan semoga ini menggugah kaum muda (yang katanya "Iron Stock" atau generasi penerus).

Pertama, mereka (Jepang dan China) seakan memberikan ruang lebar bahkan luas agar rakyat (dalam hal ini para ilmuwan dan kaum cerdik cendikia) di negerinya untuk berkembang dan berdedikasi kepada bangsanya dengan membuat standar TV Digital buatan negeri mereka sendiri. Tidak bisa dipungkiri, mereka memang mengadopsi dan mengembangkan berdasarkan dua standar besar yang telah ada, namun mereka seakan tidak mau mengekor mainstream.

Sehingga nantinya bisa dengan bangga rakyat Jepang dan rakyat China berkata,"kami memakai teknologi yang diciptakan dan dibangun oleh bangsa kami sendiri!"

Kedua, aspek ekonomi yang sangat memengaruhi maju tidaknya sebuah negara.

Penjelasannya?

Dengan menciptakan teknologi dan standar sendiri, (jangka pendeknya) mereka berhasil memproteksi bangsanya dari "incaran" negara lain. Karena otomatis Eropa dan Amerika tidak bisa masuk "berjualan" di negeri mereka karena memang standar dan teknologi mereka berbeda.

Dengan begitu, mereka tidak perlu khawatir uangnya akan "lari" dari kantong negeri mereka karena praktis uang akan berputar dalam negeri yg artinya perekonomian mereka terjaga (saya tidak paham apa kata yg tepat dalam dunia ekenomi untuk kondisi ini).

Sedangkan jangka panjangnya, mereka telah menciptakan pasar sendiri. Dengan standar dan teknologi yg mereka kembangkan ini mereka justru bisa "mencaplok" negara lain yg "tidak mampu terjamah" oleh Amerika dan Eropa. Jika ini berhasil, mereka justru dapat melakukan ekspansi pasar yang luar biasa, karena kita paham bahwa teknologi adalah komoditi yg mahal dan selalu berkembang, sehingga sangat menjanjikan di masa mendatang.

Seorang dosen pernah berkata,"Sekarang ini teknologi diciptakan untuk dapat bertahan dalam kurun waktu tidak lebih dari lima tahun. Mengapa? Tentu selain persaingan dan perkembangan inovasi, faktor ekonomi menjadi landasan utama. Dimana perilaku konsumen dunia adalah berlomba-lomba menginginkan teknologi baru, up to date, dan semakin memanjakan, yang notabene selalu lebih mahal. Sehingga dollar yg masuk di kantong produsen teknologi semakin tebal."

Tidak percaya?

Mungkin Anda baru tersenyum ketika menyadari betapa ponsel berkamera VGA yang dulu diagung-agungkan dalam setahun telah menjadi barang jadul dengan masuknya handphone berkamera dengan ketajaman gambar yang lebih besar (1 hingga 2 Megapixel). Dan lagi si megapixel harus tunduk kepada teknologi video call dan WAP. Terus berlanjut hingga Blackberry dan Android menjadi raja di masa sekarang. Dan silakan ditarik mundur, berapa rentangan waktu antarteknologi-nya?

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pernah menyarankan agar Indonesia mengembangkan teknologi DTV sendiri. Apa kata pemerintah,"Bagus. Tapi apakah Anda siap mencari dana yg sebegitu besarnya untuk itu?"
Menggelikan.

Urusan penelitian, rekayasa, dan pengembangan teknologi memang menjadi tanggung jawab mereka yg "berilmu" (dalam hal ini adalah warga negara dalam sektor pendidikan, keilmuan, penelitian -ilmuwan, guru besar, peneliti, ahli, dosen, mahasiswa, dll.-). Sedangkan sektor industri dan private sector menjadi pelaku, obyek, pemanfaat, atau penikmat teknologi. Namun diantara keduanya ada satu yg menjembatani, yakni Pemangku Kebijakan.

Karena bagaimanapun sektor industri membutuhkan teknologi yang lebih mapan untuk meningkatkan pembangunan dan perekonomian jika pemangku kebijakan tetap menolak, maka apa yang telah diusahakan, dikaji, dan dikembangkan oleh para peneliti (atau kaum pendidikan) akan tetap sia-sia.

Saya bukan skeptis dan pesimis terhadap para pemangku kebijakan, yang notabene juga representasi dari kita. Bahkan saya sangat yakin bahwasanya segala keputusan, yang menyangkut hajat hidup orang banyak, yang mereka ambil SEMUANYA telah dipertimbangkan dengan sebijak-bijaknya dengan cara saksama, meskipun dalam tempo yang seringkali tidak singkat (karena mungkin memang butuh pertimbangan yang sangat panjang).

Namun melalui ini, saya ingin mengajak kepada rekan-rekan (khususnya kaum muda) yang membaca tulisan ini untuk menyadari semenjak dini apa yang sedang terjadi di Zamrud Khatulistiwa ini. Sehingga, ketika kita berada di posisi manapun di negeri ini (Private Sector, Public Sector, NGO atau apapun yang lainnya), kaki kita masih tetap membumi dan tujuan kita tetap HANYA DUA: "memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa".

Dan jangan sampai berubah menjadi "memajukan kesejahteraan pribadi dan mencerdaskan kehidupan diri".

Biarlah "melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia" menjadi PR besar bagi Pemerintah. Karena dengan "memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa" maka kita telah "ikut melaksanakan ketertiban dunia". Dimana dunia ini akan tertib tanpa pertikaian jika setiap kebutuhan rakyatnya terpenuhi dan tidak ada saling memanfaatkan ketidakcerdasan rakyat lain.

Maka sebagai warga Negara yang baru melek teknologi ini, saya mengucapkan sedalam-dalamnya kepada seluruh rakyat Indonesia..............

"Selamat Memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HAKTEKNAS) ke-16"

Semoga kita benar-benar mampu mewujudkan tema besar Hakteknas 2011: "Inovasi untuk Kesejahteraan Rakyat".
Terkadang memperingati belum tentu merayakan. Dan merayakan belum tentu menikmati/merasakan.

No comments:

Post a Comment