July 30, 2011

Memoar Indah Nada dan Syair : Di Balik Lagu "Ketika Tangan dan Kaki Berkata"

Seni adalah sesuatu yang mengalir dari dasar jiwa. Menyeruak menghentak bak air mendidih yang punya tekanan tinggi untuk keluar menendang penutup panci. Tidak jarang seni (terlebih seni musik dan sastra) dianalogikan sebagai sebuah bahasa universal yang setiap makhluk apapun bentuk, wujud, dan asalnya mampu menangkap emosinya.

Banyak juga yang percaya bahwa seni adalah ungkapan paling tulus dari anak manusia. Bagi saya, musik dan sastra bisa berupa ungkapan suara yang tidak mampu dikeluarkan oleh mulut lahir. Dan saya juga percaya bahwa musik juga merupakan pengatur mood atau suasana hati. Tidak jarang pula jika musik adalah sebuah pesan yang ingin disampaikan dengan cara yang lebih indah (walaupun terkadang juga lebih kasar, bergantung style, color musiknya, cara menuliskan lirik, ataupun "sasaran tembak" lirik tersebut). Perpaduan indah dari seni sastra dan seni musik bisa menghadirkan sebuah lagu berdaya tinggi.

Berdaya tinggi? Ya...melodi indah yang dipadu lirik yang dahsyat. Kita mungkin kenal dengan lagu-lagu Padi atau Kerispatih yang punya melodi dan syair yang kuat. Ada lagi Glenn Fredly (di album pertama: Januari) yang berkisah atas kegagalan cintanya hingga menjadi satu album patah hati yang cukup laris karena liriknya. Atau Bimbo dengan lirik lagu yang sangat religius, mengena serta dekat dengan kehidupan manusia. Namun ada sebuah lagu terdahsyat (setidaknya menurut saya). Sangat kuat di melodi juga sangat mendalam pada energi liriknya.

Berikut adalah kisah di balik sebuah lagu tersebut yang saya sadur dengan sedikit perubahan dari beberapa sumber.

Di tahun 1997, Taufiq Ismail bertemu Chrisye setelah menghadiri sebuah acara,
“Bang, saya punya sebuah lagu. Saya sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi saya tidak puas...Bisakah Abang tolong tuliskan liriknya...?”

Taufiq yang notabene penyuka lagu-lagu Chrisye langsung mengiyakan permintaan sahabatnya itu. Sebulan menjadi deadlin yang diberikan Chrisye. Melihat agenda dan aktivitas Taufiq, dia pun menyanggupi deadline tersebut. Dan (atas ijin-Nya) berjalanlah sebuah kisah indah yang terekam indah di balik pembuatan lagu ini.

Kaset lagu itu dikirimkannya, berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik berapa jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye menginginkan puisi relijius.

Kemudian Taufiq dengarkan lagu itu. Indah sekali. Dia suka betul melodinya.

Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu juga. Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Taufiq mulai gelisah. Di ujung minggu keempat tetap buntu. Taufiq semakin heran. Padahal lagu itu cantik jelita. Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikata.

Tampaknya dia akan menelepon Chrisye keesokan harinya dan berkata,
"Chris, maaf ya, macet. Sorry.” 

Dia akan kembalikan pita rekaman itu.

Taufiq punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin. Malam itu, ketika sampai ayat 65 yang berbunyi,
(A’udzubillahi minasy syaithonirrojim) ”Alyauma nakhtimu ‘alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu yaksibuun”....

Dia berhenti...

Maknanya,“Pada hari ini Kami akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan.”

Tergugahlah hatinya. Ketika DIA mengijinkan hidayah ada pada makhluk-Nya, tidak ada satu tembok kokohpun yang mampu menghalangi datangya rahmah. Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!

Dia hidupkan lagi pita rekaman dan dia bergegas memindahkan makna itu ke lirik-lirik lagu tersebut. Pada mulanya dia ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan bisa masuk pas ke dalamnya. Bismillah.

Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu selesai. Lagu itu dia beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.

Keesokannya dengan lega dia berkata di telepon,” Chris, alhamdulillah selesai”.

Chrisye sangat gembira. Dia belum beritahu pada sahabatnya asal-usul inspirasi lirik tersebut.

Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika berlatih di kamar menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis, menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.

Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah, Chrisye, Sebuah Memoar Musikal, 2007 (halaman 308-309)bertuturlah Chrisye:

"Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya. Ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benar mencekam dan menggetarkan.

Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba lagi. Menangis lagi. 

Yanti (istri Chrisye) sampai syok!
Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika Tangan dan Kaki Berkata.

Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya dihadapkan pada kenyataan, betapa takberdayanya manusia ketika hari akhir tiba. Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan menceritakan kesulitan saya.

“Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat Yasin ayat 65…” kata Taufiq.

Ia menyarankan saya untuk tenang saat menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali tergetar membaca isinya. Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan gagal lagi.

Butuh kekuatan untuk bisa menyanyikan lagu itu. Erwin Gutawa yang sudah senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam itu, langsung mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak bisa ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia , saya lalu mengajak Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk mendoakan saya. Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga selesai.

Dan tidak ada take ulang!
Tidak mungkin.

Karena saya sudah menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi. Jadi jika sekarang Anda mendengarkan lagu itu, itulah suara saya dengan getaran yang paling autentik, dan tak terulang! Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!

Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila! Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal seperti ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri!

Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan lagu yang pernah saya nyanyikan. Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benar meluluhkan perasaan. Itulah pengalaman batin saya yang paling dalam selama menyanyi."

Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan Taufiq (dan juga saya tentunya). Penghayatannya terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luarbiasanya, dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya tidak menyangka sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna pengadilan hari akhir di hari kiamat kelak.

Saudaraku, saya mungkin tidak pandai berucap dan menggugah, untuk tulisan ini saya hanya menyarankan agar dengarkanlah lagu atau minimal baca lirik lagu berikut dengan hati penuh dengan kepasrahan.


Ketika Tangan dan Kaki Berkata

Akan datang hari
Mulut dikunci
Kata tak ada lagi

Akan tiba masa
Tak ada suara
Dari mulut kita

Berkata tangan kita
Tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita
Kemana saja dia melangkahnya

Tidak tahu kita
Bila harinya
Tanggungjawab tiba

Rabbana
Tangan kami
Kaki kami
Mulut kami
Mata hati kami
Luruskanlah
Kukuhkanlah
Dijalan cahaya
Sempurna

Mohon karunia
Kepada kami
Hamba-Mu yang hina

Lagu: Chrisye
Lirik: Taufiq Ismail

No comments:

Post a Comment