July 03, 2011

Antara Transjakarta, Kape, dan Salsa

Lelaki berseragam abu-abu yg menyodorkan handuk basah hangat itu membangunkan lelapnya perjalanan Gumarang,
rupanya Jatinegara telah ada di depan mata.
Dua stasiun lagi kami sampai di Jakarta Kota, stasiun tua di bagian paling utara ibukota negeri ini.

Semalam sebelumnya, kami bertiga terlibat sebuah perjalanan panjang dan gelap dari bumi kampus perjuangan.
Habibi, a.k.a. Hang Bie Bie si ketua kelompok Kerja Praktek (KP) kami harus berkorban untuk duduk di bangku yang terpisah.

Konfigurasi gerbong tidak memungkinkan kami bertiga duduk berjejer.
Alhasil ketua yang (harus) rela berkorban (kata halus dari: tumbal).
Rizki a.k.a. Kenyukz setia menemani di sebelah.

Bisa dipastikan lima jam pertama waktu kami terbayar lunas dengan canda tawa, cerita seru, hingga bertukar kisah hidup yang ternyata memang beberapa tidak jauh beda alurnya.
Serasa memutar kaset.
Dan hampir semua tertumpah olehnya.
hahahaha

Fine, kamar sudah rapi, semua isi koper telah tertata di lemari mungil yang ada di sudut ruangan.
Di kos yang baru ini, kami harus rela berbagi kamar.
Alhamdulillah kamarnya memang besar dan letaknya strategis, tepat di belakang kantor Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dekat Sarinah, halte busway, Monas, B.I., Istiqlal, dan tempat-tempat penting lainnya.
Pantas saja harga yang dibandrol cukup tinggi.
Namun empunya kos sangat murah hati, diskon yang diberikan benar-benar berpihak pada kantong mahasiswa.
Sangat murah untuk ukuran fasilitas, letak strategis, hingga keramahan tuan rumahnya.
Alhamdulillah.

Mas Alwi, seorang senior (e46) sangat membantu mengakselerasi adaptasi kami di sana.
Beruntung ITS punya alumni yang bertebaran dimana-mana, sehingga rasa was-was akan pameo "ibukota lebih kejam daripada ibu tiri" akhirnya meluntur juga perlahan.

13.30 waktu arloji, beberapa rekan telah menanti kami di Museum Gajah (berhadapan langsung dengan Monas).
Mereka berdelapan, maka lengkaplah tim sepak bola a la pasukan KP.
Alhasil kamilah tersangka yang membuat transjakarta semakin padat.
Ada salah seorang rekan kami yang dijuluki "dosen pembimbing KP" sangat sabar menemani rekan-rekan yang lain hingga dua kali terpisah dari rombongan.
Hmm....dasar anak-anak, dua kali terpisah dari transjakarta yang sama tidak membuat mereka iba, bahkan disematkanlah julukan itu. Hahahaha

***

Malamnya, naluri petualang Rizki menggerakkan kami menjelajah malam, kali ini kami ingin yang berbeda: jalan kaki!
Oh yeah.....layaknya kembali ke era orde baru dimana Kementrian Kesehatan mencanangkan program "Jantung Sehat" kala itu, kami pun menjalaninya.

Monas jadi sasaran utama.
Si Hang Bie Bie yang konon mirip dengan Bapak Kajur kami pun mulai tertular virus ndableg (bandel, bahasa jawa).

"sip...TUK-ne siji: engkok nang kono nggolek krupuk upil yo rek"

Doh! Ini anak berubah menjadi cacat.
Ya, krupuk upil adalah sebutan untuk kerupuk kecil berbentuk elips dengan dimensi lebar tidak lebih dari enam sentimeter, ketebalannya pun sekitar dua-tiga milimeter.
Renyah, konon digoreng memakai pasir.

Setelah mengitari monas akhirnya si Kerupuk Upil idaman Hang Bie Bie tak kunjung muncul ke permukaan.
Sejurus kemudian dia banting setir berpaling kepada....................Arum Manis.....!!!
Hmm....patut dicoba.
Dalam hati bertanya,"Ya Allah, ada apa dengan kelompok saya....?"

Bukan Rizki namanya kalau tidak penasaran.
Hampir semua demo penjual mulai dari penjual karet dan pengaman tabung LPG, jamu alternatif, hingga sulap kartu selalu ditontonnya dengan antusias dan berada di garis depan.
Selepasnya dari forum bebas itu,"marketingnya boleh juga itu bapak!"
Hmm....apa jadinya jika Se** Nj***e* dipasarkan dengan style yang dia dapat tadi.

Letih pun menggerakkan dompet kami untuk menukar beberapa isinya dengan air minum.
Dasar mahasiswa yang sok pembela kebenaran,
memilih penjual mana yang akan dibeli pun perlu seleksi ketat hampir mirip dengan apply beasiswa dengan parameter,"mana yang paling melas".

Dari puluhan hingga mungkin nyaris seratus pedagang di sana tertangkap lah seorang gadis belia di mata kami.

Jilbab putih menutupi pipinya yang mungil.
Sesekali dia sibuk memasukkan rambutnya yang keluar dari sudut wajahnya.
Diam dan tetap tersenyum.
Ternyata ada keramahan dalam tutur katanya.

"Ibuk lagi ambil termos bang", katanya saat kami bertanya tentang kesendiriannya.

Raut wajahnya menyiratkan sesuatu.
Himpitan ekonomi terlihat jelas di balik sosoknya yang tertutupi oleh tumpukan botol air mineral berbagai merk.
Isotonik dan minuman dari ekstrak teh tak ketinggalan menemani malam minggunya.
Sesekali dia tampak ceria ketika ada orang lain datang memesan segelas susu dan kopi.

Salsa namanya.

Tak lupa kami mengabadikan gambar dan bahkan merekam kelihaiannya melayani pembeli kopi dan susu hangat.
Hampir setengah jam kemudian, seorang ibu datang membantunya.
Dengan polos dan penuh semangat dia menyodorkan semua uang yang kami bayarkan kepada ibunya sembari bercerita detil tentang apa yang telah kami beli, tidak ada satu rupiah pun bahkan satu kata pun dia sembunyikan dari ibunya.
Ternyata pendidikan kejujuran masih berkuasa di Negeri ini, meskipun katanya telah lama lenyap.

Mungkin potret gadis cilik kelas 4 SD ini hanya satu dari ribuan kisah lain di Kota ini bahkan mungkin di Negeri ini.
Setelah puas berfoto ria, Salsa rupanya tidak ingin segera ehilangan momen bersama tiga lelaki geje ini.
Dia terus saja mengajak bermain.
Dari sini kami sadar, betapa seorang anak harus rela memangkas waktu dan kecintaannya pada dunia bermain hanya karena ingin mempertahankan kepulan asap di dapur rumahnya.

Jadilah rangkaian perjalanan KP di H minus dua ini menjadi sebuah pengalaman seru.
Sejenak melepas penat dan pekatnya pikiran.
Meninggalkan (yang katanya) "rasionalisasi", "konspirasi", "agitasi", "aliansi", dan apapun itu di sana (yang saya tidak tahu dan tidak paham betul),
haduhhh....pusingnya bukan main......
Berharap semua yang dihasilkan nantinya jauh lebih BERSIH, lebih baik dan yang terbaik untuk semua pihak (meskipun ditunda cukup lama).

Tak sabar menjalani kisah seru selanjutnya bersama dua orang produk asli Mojokerto itu.
Lima minggu ke depan semoga barokah!

ini cerita KP-ku? kalau kalian?
*halah




cerita lain ada di kumpulan note FB www.facebook.com/ariz.pradana dan di blog ini

2 comments:

  1. asek si salsa foto bareng artis!
    hihi

    ReplyDelete
  2. ow ow... ini toh blognya mas artis.. heheheh.. :P
    salam kenal mas.. :P

    ReplyDelete