December 03, 2019

Setengah Jam Terpanik

Alkisah, di suatu siang, telpon HP berdering dengan nada khusus yang memang sengaja saya setting hanya untuk caller id bernama “Istriku Sayang". Dan memang dek Istri tidak pernah menelpon di jam kantor kalau bukan hal yang sangat mendesak. Perasaan saya mulai nggak enak, apalagi salam saya di telpon dibalas dengan isakan tangis dan nada panik… 

Yah, Deara… di kamar… Anakmu kekunci dalam kamar… ini Bibuk di luar nggak bisa buka…


Nada sedih bercampur panik itu masih ditambah background suara latar teriakan dan tangisan Deara.

Pikiran saya makin kacau. Berpikir yang tidak-tidak. 

Ada kekhawatiran juga tangannya terjepit. Tangisan Deara sehebat itu hanya pernah saya dengar ketika dia benar-benar sedang kesakitan.

Yaudah Bibuk tenang dulu, jangan panik, ajak Deara ngobrol, biar Deara juga nggak ketakukan. Ayah pulang sekarang. Tunggu dulu jangan ngapa-ngapain, tapi tetep ajakin Deara ngobrol terus, tenangin Deara…” 

Tanpa pikir panjang, jaket dan kunci motor di meja langsung diraih lalu ngacir ke parkiran motor.

Nengdi Mas?” Tio yang lagi di hadapan bingung liat saya keburu-buru. 

Mulih diluk. Anakku kekunci!” sahut saya singkat. 

Hah??! Heh?? Lho…” Tio makin bingung dan bengong. 

Beruntung Kharisma 125D buatan tahun 2004 ini masih sanggup digeber berlari dengan kecepatan tinggi dan selamat sampai di rumah. 

Sampai di rumah saya coba congkel handle pintu dan bongkar gagang pintu pake obeng, sambil terus ajak ngobrol Deara. Ternyata tangisannya makin menjadi setelah denger suara Ayahnya.

Ayyyaaaaaaahhh.. Deaya mau keluaaaay..” 

Hati saya sebenernya gerimis. Nggak kebayang gimana takutnya Deara. Apalagi jendela dalam keadaan tertutup rapat karena pendingin ruangan sedang dinyalakan. 

Deaya mau keluaaayy.. Aayyaaahhh.. Tolooongg..” 

Usaha pencongkelan dan perusakan handle pintu gagal. Tinggal dua pilihan: dobrak atau pecahin kaca jendela

Mendobrak pintu sangat beresiko karena posisi Deara masih nempel erat di pintu dan tangannya masih terus menerus berusaha menarik gagang pintu. Istri saya masih terus mencoba ngajak Deara ngobrol sambil mengarahkan agar Deara bisa memutar kunci atau minimal cabut kunci dari lubangnya agar kunci serep yang saya pegang bisa dipakai. 

Sesaat tangis Deara terhenti dan terdengar dia gerak-gerakkin kunci. Namun kemudian tangisnya pecah lagi…. 

Nggak biiisyaaa.. Deaya mau keluay Bibuuukk.. Aayyaahh..” 

Deara mundur dulu dari pintu, Sayang. Ayah mau dorong pintunya. Deara mundur ya”, saya coba arahkan Deara tetapi ketakutan akan ditinggalkan orang tuanya membuatnya nggak mau berpindah dari pintu. 

Saya minta tolong Istri agar coba “memancing Deara” dari arah jendela. Harapannya agar Deara pindah dari pintu ke arah jendela menghampiri suara Bibuknya. Sehingga saya bisa mendobrak pintunya. 

Istri saya bergegas keluar. Ketok-ketok jendela dan panggil-panggil Deara. Tetapi nihil. Deara nggak bergeser sesenti pun dari pintu. Karena Deara hanya tahu kalau keluar itu ya dari pintu, bukan jendela.

Istri saya keluarkan tangga. Mencoba mengintip Deara dari celah ventilasi. Berharap Deara bergeser pas lihat wajah Bibuknya. Nihil juga. Ventilasi terlalu tinggi dan terlalu kecil ukurannya. 

Saya ikut keluar. Entah dengan kekuatan mana saya tarik paksa daun jendela kayu kamar itu dengan tangan kosong. Alhamdulillah grendelnya langsung rusak dan jendela terbuka.

Dan……..dramanya belum berakhir!

Setelah jendela terbuka dari luar, masih ada lagi jendela kaca yang melapisinya. Berniat mau mecahin kacanya, Deara langsung berlari ke arah jendela karena lihat orang tuanya. 

Di situ kali pertama kami lihat Deara gemetar nangis sejadinya. Langsung lompat meraih kusen jendela minta gendong dan naik. Namun sayang beribu sayang, seluruh jendela dan pintu rumah dinas kami dilapisi dengan teralis besi…………. hmm………

Maka jadilah Deara bergelantungan memeluk Bibuk lewat sela-sela terali besi. Dua wanita kesayangan ini menangis sejadinya. Sementara saya coba bongkar baut-baut teralis agar Deara bisa keluar dari kamar lewat jendela. 

Kelamaan! Baut teralisnya terlalu banyak!

Maka kembali berlarilah saya ke dalam rumah. Satu-satunya yang masuk akal sekarang adalah mendobrak pintu. Mumpung Deara sudah jauh dari pintu dan aman dalam pelukan Bibuk. 

Tanpa ancang-ancang lebay, dengan sedikit mengingat teknik dasar mae geri, Alhamdulillah sekali tendang pintu terbuka meninggalkan puing-puing remahan kusen dan daun pintu.

Melihat pintu terbuka, Deara melepas pelukan Bibuk lalu lari memeluk saya erat.

Erat sekali.

Dia tumpahkan semua sisa air matanya di bahu saya. Badan mungilnya yang masih gemetar ketakutan itu saya rengkuh erat seraya mengusap punggung menenangkannya. 

Alhamdulillah.. Deara sayang.. Jangan nangis lagi ya sayang.. Deara hebat.. Deara berani..” berulang-ulang sambil menciumi pipinya yang basah.

Ada beberapa hal yang bisa kami pelajari dan syukuri dari kejadian ini. Setidaknya dari sini kami belajar bahwa: 

  1. Di usia emasnya ini, Deara sedang semangat-semangatnya eksplorasi hal-hal baru. Apapun bisa jadi bahan bermain dan belajar baginya. Hebatnya, Deara dalam kondisi menangis masih sempat mendengarkan arahan Bibuk untuk coba memutar kunci, walau akhirnya memang gagal. Namun setidaknya kami tahu bahwa Deara gigih berjuang.
  2. Surprisingly, Deara sudah bisa mengunci pintu, tapi sayangnya kami belum mengajarkan cara membuka/memutar kuncinya. Pelajaran sederhana seperti ini ternyata sangat penting.
  3. Selalu siagakan kunci serep di tempat aman dan berada di luar kamar. (FYI, kami bagi kunci jadi 4: untuk yang terpasang, untuk saya pegang, untuk istri pegang, dan serep tambahan).
  4. Jangan pernah menancapkan kunci di pintu jika anak Anda di dalam sementara Anda di luar. Karena poin 3 di atas akan gagal juga kalau kunci aslinya masih tertancap.
  5. Sebisa mungkin HP berada di dekat jangkauan kita. Saya nggak bisa bayangin gimana paniknya Bibuk kalau waktu itu HP juga terkunci ada di dalam kamar.
  6. Usahakan tenang dan tidak panik menghadapi kondisi terburuk sekalipun. Karena dengan ketenangan itulah kita mampu berpikir jernih untuk mencari solusi.
Semoga menjadi pengalaman dan pengingat yang baik bagi kita semua :)

No comments:

Post a Comment