May 20, 2016

I'll Never Walk Alone

Suatu malam di medio 2013, kami akhirnya sepakat bertemu, sekedar makan malam lalu menghabiskan malam penuh bintang di atap sebuah kedai. Berkenalan secara resmi setelah sebelumnya hanya bisa say hi melalui social-media, saling bertukar cerita, berbagi pandangan hingga saya yakin bahwa ada satu sisi dalam diri saya yang dengan nyamannya bisa dengan mudah bisa keluar saat bersamanya.

Dua bulan setelah itu kami memutuskan kembali bertemu, namun kali ini saya menemui kedua orang tua dan kakaknya secara langsung sebelum berpamitan. Secara tersirat saya menyampaikan keinginan saya mengenal putri mereka lebih dekat. Sesuatu yang mungkin gila untuk dilakukan pada pertemuan kedua. Tetapi saya tak mau kejadian tidak hadirnya restu orang tua lagi pada hubungan yang kali ini saya mulai kembali dari awal. Trauma mungkin.

Keesokan harinya, dia melepas kepergian saya ke perantauan dengan air mata. Sesuatu yang tak pernah saya duga.

Pertengahan 2013 hingga bulan-bulan awal 2014 kami habiskan waktu dalam hubungan jarak jauh. Setelah itu bahkan dinamikanya begitu beragam. Ketika akhirnya dia lulus kuliah lalu mendapatkan pekerjaan pertamanya di Jakarta demi menemani saya di sana, kami menikmati hubungan 'normal' yang tak lagi terpisah jarak. Bahkan keputusan yang ia ambil untuk merantau sejauh itu (ini rekor dia jauh dari ortu dan keluarga yang paling lama) akhirnya mendapatkan dukungan dari orang tuanya dengan kepercayaan penuh dari ibunya kepada saya untuk benar-benar menjaganya. Sebuah amanah yang sangat berat saya jalani.

Kebiasaan LDR membuat kami sempat kaget saat menjalani hubungan biasa dalam satu kota. Padahal di Jakarta tempat kost kami bisa ditempuh dalam waktu 10 menit jalan kaki. Naik turun emosi dan rintangan kami hadapi dengan segala daya. Tiba saatnya dia mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di daerah yang lumayan jauh dari tempat tinggal kami, ke-LDR-an kami kembali diuji. Singkat cerita kami mengalami siklus berjauhan--berdekatan--berjauhan lagi--balik berdekatan--eh jauhan lagi beberapa kali.

16 Mei 2015, orang tua saya memenuhi permintaan saya untuk melamar wanita ini kepada orang tuanya, setelah sebelumnya saya seorang diri mengutarakan langsung kepada bapak-ibunya tanpa sepengetahuan kekasih saya yang cantik ini. Prosesi khidmat penuh kekeluargaan kami tempuh dalam suasana sederhana dan hanya melibatkan keluarga tanpa pesta gemerlap.

Satu bulan kemudian, tanggal ditetapkan saat dia bersama ibunya melakukan "kunjungan balasan" ke gubuk kecil kami di Tulungagung. Tugas kami selanjutnya adalah mempersiapkan seluruh mental, material, dan finansial untuk hajat besar tersebut.

6 Mei 2016, tepat 4 jam setelah Juergen Klopp mengantarkan Liverpool ke final Europe League 2016, saya mengucapkan janji sakral kepada Yang Mahakuasa di hadapan orang tua, penghulu, saksi, dan keluarga besar di rumah Allah, masjid Manarul Ilmi.

Sehari berselang, saya menyanyikan sebuah lagu khusus untuk menjemputnya dalam kirab pengantin.
*Sebuah prosesi yang kelak tidak akan pernah saya lupakan. Dan FYI, ini penampilan panggung saya yang paling nervous sepanjang jaman. Grogi abeeeeess.


Setelah mengantarnya duduk di singgasana, kami menerima ucapan selamat dari orang-orang istimewa yang dengan luar biasa meluangkan waktunya. Rupanya dua jam saja belum cukup memberikan waktu kepada orang-orang spesial ini.

Acara sukses dengan segala pernak pernik kurang-lebihnya. Namun kami berdua puas dan bersyukur sejadinya, mengingat seluruh acara benar-benar kami konsep, persiapkan, bahkan danai berdua tanpa merepotkan kedua orang tua kami yang sama-sama sudah tidak lagi bekerja. Dan tentu saja credit point kami persembahkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung suksesnya acara tersebut.
*list vendor boleh kok ditanya, japri aja yaaa hehehe


Well, dear all my friends....

Please welcome, the only one Mrs. Pradana!
And then finally, I will never walk alone :)

No comments:

Post a Comment