February 04, 2011

Pulau Rambut: Kerajaan Burung-burung Indah diantara Seribu Pulau

30 Januari 2011

Serasa ada sesuatu yg lembut menyentuh tangan ini berulang-ulang hingga membangunkan tidur lelap karena letih yg menemani sehari sebelumnya,
waww...
ternyata Milly..!!
Ya...si kucing persia kesayangan tante ini telah berada manis di dekat saya,
tangannya yg lembut, karena kuku-kukunya rajin dipotong dan dibersihkan, menyentuh pipi dan tangan saya berulang-ulang.

Sepertinya dia ingin membangunkan sosok yg mungkin bagi dia cukup asing,
maklum, semenjak Agustus 2007 yg lalu, ini adalah kunjungan pertama saya ke rumah tante yg berada di Tangerang..
Puas mengganggu saya, kini Milly menggenitkan diri dg rambut-rambutnya yg halus mengganggu lelaki bertubuh besar yg tadinya tidur di sebelah,
Neo namanya, sepupu dari keluarga yg ada di Surabaya.
Perawakannya yg cukup subur ini mungkin membuat Milly makin gemas,
haha...dasar kucing betina yg manja...

Matahari mulai naik ke tahtanya,
sinarnya mulai menghangatkan bumi Tangerang.
Bayu, putra sulung tante Tangerang, telah siap di depan komputer dan tengah memainkan game kereta api kegemarannya itu di komputernya,
"ayo...makan dulu, keburu siang ntar..", ajaknya.

Singkat cerita, kami bertiga terlibat sebuah petualangan seru yg telah kami rencanakan sebelumnya,
yg dg seenak perut, saya sebut "ekspedisi Pulau Seribu".

Hari ini akan menjadi seru nampaknya, meskipun kepala dan hati masih tetap terisi "BEM FTI", namun melonggarkan pikiran barang dua hari saja di sini akan menjadi suplemen bermutu agar nanti bisa lebih produktif di Surabaya.

Okay...dongeng akan segera saya mulai....
Silakan membenahi posisi duduk Anda senyaman mungkin,
siapkan secangkir kopi susu panas atau segelas teh hangat jika itu Anda rasa lebih nikmat untuk menemani Anda..... ^^

Kepulauan Seribu adalah sebuah gugusan pulau yg ada di Laut Jawa.
Secara geografis dan birokratis, Kepulauan Seribu merupakan sebuah Kabupaten Administrasi yg menjadi bagian dari Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Perjalanan menuju pulau-pulau di sana bisa ditempuh melalui beberapa titik.
Tiga yg saya tahu, adalah dari Ancol, Muara Angke, dan Tanjung Pasir.
Titik yg terakhir ini yg kami pilih, karena memang paling dekat dg rumah Bayu.
Perjalanan darat dari rumah menuju Tanjung Pasir tidak begitu jauh, hanya sekitar tiga puluh menit, dg sedikit bumbu macet tentunya.
Tiba di tempat parkir, kami langsung didatangi oleh salah seorang tukang perahu yg menanyakan tujuan kami.

Semalam sebelumnya, Bayu menceritakan kepada kami (saya dan Neo) tentang beberapa pulau yg ada di sana.
Tentang Pulau Untung Jawa yg telah banyak penduduknya, Pulau Tidung yg ada wisata snorkling-nya, dan Pulau Rambut yg masih asri dan tanpa penghuni.
Pulau Untung Jawa sudah pernah didatanginya, dan akhirnya kami sepakat ke Pulau Rambut yg katanya masih sengaja dibiarkan sebagaimana aslinya.
Di dalamnya masih terdapat banyak satwa dan mungkin pemandangannya juga tidak kalah bagus dari foto-foto pemandangan Untung Jawa yg ditunjukkannya.
Oke, suara bulat menuju Pulau Rambut yg kami bertiga belum pernah ke sana.

Dari Tanjung Pasir menuju Pulau Rambut bisa dicapai dg perahu.
Biaya pergi-pulang dua puluh ribu dikenakan per kepala jika kita memilih "mode normal".
Jika kita memilih men-carter perahu, maka biayanya adalah dua ratus ribu untuk pergi-pulang.
Keuntungan men-carter adalah tidak perlu menunggu hingga perahu penuh dahulu, namun bisa langsung berangkat.
Jika mamilih "mode normal", kita harus menunggu hingga perahu terisi sampai 15-an orang, sangat membosankan jika ternyata hari itu adalah hari sial si perahu, tentunya.

Kami harus sabar menanti persiapan perahu.
Dua orang awak perahu, dg pakaian yg telah basah dan tercabik-cabik lautan, sibuk membereskan tali temali..
Menyusul seorang bocah naik dari sisi perahu membawa jurigen sebesar pelukannya..
"Permisi bos", sapa bocah ini sembari menumpahkan isi jurigennya ke sebuah lubang di badan perahu..
Sesekali kami membebaskan mata ini menikmati pemandangan sekitar pantai di Tanjung Pasir..
Beberapa wisatawan yg kebanyakan lokal mulai berdatangan, mayoritas mereka bersama keluarga besarnya, sebagian yg lain datang bersama rombongan pemuda-pemudi..
Masih banyak kami jumpai sampah berserakan di bibir pantai yg sedikit mengganggu mata dan kaki..
Sepintas lalu ada seorang ibu dg karung putih di pundak kirinya dan galah pendek runcing dg ujung melengkung di tangan kanannya..
Baginya, sampah buangan warga sombong tak bertanggung jawab ini pasti masih ada yg bisa diubah menjadi uang..
Di sudut lain tampak perahu-perahu nelayan mengapung dg gagahnya, seolah melepas penat setelah mengarungi laut malam harinya..
Beberapa bocah kecil, yg sepertinya adalah penduduk setempat, asyik bermain air,
seolah pantai ini adalah milik mereka sendiri dan ingin mengabarkan pada dunia bahwa warisan ini jangan dihancurkan oleh limbah dan keegoisan orang dewasa..
Beberapa bocah lainnya tertawa riang sambil mengajak orang tuanya untuk ikut bergelut dg air serta pasir pantai,
sedangkan sang Ibu menatap cemas dan sesekali memperingatkan putra-putrinya yg tampak sangat bahagia itu, agar lebih berhati-hati, sang Ayah hanya tersenyum tenang memandangi putra-putrinya seolah ingin menyampaikan,"Bersenanglah anak-anakku, hari ini milikmu! Biarlah kerumitan dunia dan segala pahit getirnya menjadi tanggungan ayahmu ini."

Suara deru mesin perahu membangkitkan semangat kami lagi!
Tepat 11.45 kami berangkat menyeberang ke Pulau Rambut yg tampak kecil dari Tanjung Pasir.
Perjalanan ditempuh dalam 20 menit saja dg angin dan ombak kecil yg setia menerpa badan perahu yg kami tumpangi.
Di tengah perjalanan, kami sudah bisa menikmati indahnya beberapa burung yg terbang rendah menyusuri permukaan laut, sesekali mereka menenggelamkan kepalanya lalu dalam sekejap kembali terbang tinggi dg seekor ikan kecil di paruhnya.
Wonderful!!

"Mau dijemput jam berapa, bang?" tanya sang awak perahu.
Sejurus kemudian, Neo berinisiatif meminta nomor HP yg mungkin bisa kami hubungi, mengingat tower-rower BTS telah menancap gagah di beberapa pulau di daerah tersebut.

Sampai di dermaga Pulau Rambut, kami disambut papan usang yg tampak kurang terawat.
Namun dari beberapa huruf yg tersisa, dapat terbaca "Cagar Alam: Pulau Rambut".
Woow...benar ternyata..
Seorang pria, dari dalam rumah kayu bertuliskan "Pos Jagawana Dinas Kehutanan DKI Jakarta", menyapa kami.
Beliau mempertanyakan surat ijin atau surat pengantar kami.
What??
Rupanya dua kamera SLR milik Bayu ini yg menjadi biangnya.
hahaha
Ternyata pulau ini memang sering digunakan oleh beberapa organisasi, institusi, ataupun instansi guna keperluan penelitian dan observasi, maka dari itu selalu ditanyakan masalah ijin kepada para pengunjung.
Perihal kamera dan segala macam dokumentasi akan ditanyakan juga keperluannya.
Komersial, penelitian ataupun koleksi pribadi semua harus jelas dan ada tarif serta prosedur ijin yg berbeda.
Singkatnya, kami pun dipandu oleh bapak tadi untuk berkeliling masuk menjelajah Pulau Rambut.
Selain kami bertiga dan si Bapak, ada juga pengunjung dari rombongan lain.
Empat Pemuda kocak dan satu pemudi rame bergabung dg kami berempat.

Suara-suara burung berkicau merdu menyambut,
sesekali Bapak Jagawana tadi menjelaskan dg detil setiap flora maupun jejak fauna yg kami temui.
Semua flora dan fauna Pulau Rambut sengaja dibiarkan seperti aslinya tanpa mendatangkan dari luar.
Suasana alamnya pun juga masih alami.
Wak..wak..wakk....
Suara ini paling rajin mengiringi langkah kami.
Fauna andalan Pulau Rambut adalah Burung Bluwok Walangkadak,
burung ini berwarna putih bersih dg aksen hitam di sisi sayapnya,
bentuknya menyerupai bangau Indonesia,
konon burung ini datang alamiah dari Australia.
Ada juga biawak yg ternyata piawai memanjat pohon, ini dapat kami buktikan dari jejak-jejak kukunya yg menggores beberapa pohon besar di sana.
Ada lagi spesies pepaya asli pulau ini yg buahnya hanya sebesar mangga.
"Kalau ular banyak nggak, pak?" tanya seorang pemuda kocak.
"Lumayan...." jawab bapak anggota jagawana yg disambut reaksi beragam dari kami.
Jika ada bau asin, berarti ada ular dalam jarak tiga meter, begitu kurang lebih kesimpulan yg kami tangkap dari penjelasan bapak jagawana.
Belum semenit penjelasan tentang ular-ular khas Pulau Seribu, seekor bayi ular sanca batik seukuran jempol tangan manusia menggantung imut di sebuah batang pohon yg kami lewati.
Seketika suasana berubah membeku.
"Nggak pa pa bang, ini lagi tidur", kata si jagawana.
Penjelasan beliau selanjutnya lebih membuta kami merinding.
Dalam ukuran dewasa, sanca batik bisa mencapai panjang tiga hingga lima meter.
Kekuatan mematikannya adalah belitan.
Pernah ada uji coba sebatang bambu jawa dari jenis yg paling kuat, hancur meledak ketika dililit sanca batik dewasa.
Cukup untuk meremukkan juara dunia gulat, sepertinya.

Sampailah kami di sebuah menara yg sengaja dibangun tepat di tengah pulau.
Di puncak, pemandangan luar biasa memanjakan mata kami.
Subhanallah......!!
Sungguh negeri ini dimuliakan oleh-NYA dg begitu melimpahnya tanah air nan elok.
Hijau segar membentang menutupi hampir seluruh pulau ini.
Menara ini memang dibangun lebih tinggi guna menikmati keindahan alam dan satwa burung di sana.
Tentu ini menjadi "ladang emas" bagi mereka pecinta fotografi, tak terkecuali Bayu.
Tele telah terpasang manis di kameranya lalu jeprat sana sini.
Belum puas, dia mengeluarkan kamera infra red-nya.
Beberapa rupa dan jenis burung berhasil dia tangkap sangat jelas melalui lensanya.
Mungkin jika dia berani mengirimkan hasilnya ke Majalah National Geography, bakal diterima!
hehehe
Keren!!

Beberapa Jenis Burung Pulau Rambut

Sekembalinya kami dari menara menuju pos di depan pulau ini, perjalanan menjadi lebih waspada karena "efek" sanca batik tadi.
hmmm....paranoid mengancam..

Setelah itu, kami memilih untuk bermain-main air pantai..
hahaha
Sedikit mengingat masa kecil.
Dahulu, kami beradu lempar karang ke laut dan harus mampu membuat karang itu memantul minimal tiga kali sebelum masuk ke air.
Dan hari itu kami mengulangi memori bertahun-tahun lalu.
Maklum, kini kami semakin jarang bertemu jika di luar liburan hari raya Idul Fitri.
Bayu, lulusan Arsitektur ITS tahun lalu, kini bekerja di sebuah perusahaan sebidang di Jakarta sedangkan Neo, maba Geomatika ITS yg masih sibuk dg.......(yah..we know what lah...)
hahaha

Pukul 16.00, waktu yg kami sepakati agar dijemput oleh Pak Herman si pemilik perahu.
Ombak dan angin kencang menerpa dermaga tempat kami berlabuh tadi.
Namun perahu yg dinanti tak kunjung tiba.
Pulau Rambut mulai sepi.
Bapak petugas jagawana tadi pun telah berangkat pulang ke rumahnya di pulau Untung Jawa, orang ini ternyata adalah penduduk pribumi Untung Jawa.
Beliau menyeberang dari Rambut ke Untung Jawa hanya dg sebuah sampan kecil, dg damainya mendayung di tengah ombak yg semakin sore semakin besar.

Sementara itu, di sebelah barat telah menggantung awan hitam pertandai badai siap mengancam.
Perahu Pak Herman pun akhirnya datang juga, kali ini si empunya perahu tidak ikut menjemput, namun ada empat awak perahu yg salah satunya telah kami kenal baik.
Ternyata perahu ini telah terisi sekitar sepuluh orang dari sebuah rombongan keluarga, mereka wisatawan Untung Jawa,
persis seperti apa kata Bapak jagawana tadi, jika sore hari biasanya memang perahu penjemput dari Tanjung Pasir pasti ke Untung Jawa terlebih dahulu baru kemudian ke Rambut,
dan dermaga yg dipilih pun berbeda, yakni dermaga Pulau Rambut yg menghadap ke Untung Jawa.

Baru saja kami mau naik ke perahu, si "kapten" perahu meminta seluruh penumpang dari rombongan Untung Jawa tadi untuk turun, seraya menatap tajam ke arah barat.
Ya...badai yg menggelanyut di barat Pulau Rambut tadi benar-benar menjadi ancaman.
"Nunggu badainya lewat dulu, Pak, bentar lagi. Sono tuh udah gelap banget" jelasnya dg logat khas setempat.
Jarum di arloji saya telah menunjuk 16.30,
sepuluh menit berselang si "kapten" perahu tadi mengomando kami agar segera naik ke perahu.
Aneh.
Saya merasakan belum ada badai yg lewat.
Bapak "kapten" yg bertubuh kecil tadi menjelaskan bahwa lebih baik kita semua nekat menyeberang saja pelan-pelan, hati-hati asal sampai ke Tanjung Pasir daripada badai yg kita tunggu-tunggu ini tak kunjung lewat,
karena ketika malam tiba, ombak dan anginnya jauh lebih hebat daripada yg kami hadapi saat itu.
Ya Allah.....
Padahal ombak yg sedang kami hadapi saat itu cukup besar dan cukup mampu membuat bulu kuduk semua penumpang merinding.
Beberapa anak-anak tampak takut dan memeluk erat ibu mereka erat-erat.
Seorang Bapak pun bertanya lagi,"Ini yakin pak kita nyebrang sekarang??".
"Iya pak daripada keburu malem ntar malah tambah gede tuh badainya", jawab salah seorang awak,
"Setel gasnya pelan-pelan aja boy! Yang penting kita nyampe dg selamat", sahut seorang awak lagi kepada bocah "pembawa jurigen" tadi yg memang berperan mengatur mesin perahu.
Bismillah...
Perahu berjalan perlahan mencoba menembus ombak yg kencang.
Angin yg bertiup dari barat membuat ombak menghantam keras dari sisi kanan badan perahu.
Hempasan pertama sanggup membuat hampir seluruh penumpang berteriak.
Cipratan air akibat hempasan ombak ke perahu mengguyur kami.
Kami bertiga "beruntung" mendapat tempat terdepan dalam perahu.
Dalam posisi ini kami memilih mengamankan kamera dan HP ke dalam tas.
Kami harus relakan pengalaman seru bin seram ini lepas dari kamera dan reakaman HP, hanya memori di kepala saja yg kami gunakan untuk memanggilnya nanti.
Perahu tepat berada di tengah lautan antara Tanjung Pasir dan Pulang Rambut, hempasan ombak semakin keras dari kanan,
sementara itu, ibu-ibu di belakang kami tidak bersuara lagi, rupanya mereka sedang memeluk putri-putrinya erat sembari berkomat-kamit membaca doa..

Subhanallah...
Perahu yg kami rasa besar inipun, tampak begitu kecilnya di tengah lautan dan gulungan ombak kala itu.
Berkali-kali ombak sanggup menggoyah dan menghempaskan perahu ke permukaan laut.
Andai ada ombak menerpa dua kali beruntun dg selang yg sangat cepat, mungkin perahu ini bisa terbalik.
Allah Mahabesar!
Kami selamat sampai di Tanjung Pasir.
Warung bakso adalah yg pertama kami tuju sebelum ke parkiran, mengingat perut baru terisi waktu sarapan tadi,
sialnya air minum dan bekal makanan kecil yg dibawakan tante tertinggal di mobil Bayu...hahaha..perfect!

Pembaca yg budiman.....ini adalah sekelumit cerita yg coba saya putar kembali dari memori di kepala.
Sebuah cerita tentang liburan supersingkat di tengah padat dan penatnya aktivitas kampus.
Nama dan tempat di dalamnya bukanlah fiktif, namun nyata adanya.
Tulisan ini sengaja dibuat sekedar untuk berbagi cerita juga guna memenuhi janji kepada kawan yg menagih cerita seru dari petualangan sehari ini.
Semoga menginspirasi dan menghibur.....^_^

NB:
@Kabinet Bersahabat: high recommended for our next holiday, saudaraku..! ^^
@semua yg meluangkan waktu membaca tulisan ini: terima kasih banyak ^^

No comments:

Post a Comment