January 23, 2010

Mencari Bentuk Pergerakan Mahasiswa Ideal Masa Kini


Mahasiswa memiliki peranan yang sangat strategis dalam kehidupan. Tak jarang pergerakan mahasiswa berbuah sejarah yang sangat dikenang dan memperoleh hasil yang menggembirakan dan bermanfaat bagi perubahan suatu bangsa.

Membahas tentang pergerakan mahasiswa tentunya tidak lepas dari peran OMIK atau Organisasi Kemahasiswaan Intra Kampus. Organisasi Kemahasiswaan Intra Kampus adalah organisasi mahasiswa yang memiliki kedudukan resmi di lingkungan kampus dan mendapat pendanaan kegiatan kemahasiswaan dari kampus. Para aktivis Organisasi Mahasiswa Intra Kampus pada umumnya juga berasal dari kader-kader organisasi ekstra kampus ataupun aktivis-aktivis independen yang berasal dari berbagai kelompok studi atau kelompok kegiatan lainnya.

Pada mulanya Organisasi Kemahasiswaan Intra Kampus menggunakan nama dan format Dewan Mahasiswa dan Majelis Mahasiswa. Dewan Mahasiswa ini sangat independen, dan merupakan kekuatan yang cukup diperhitungkan sejak Indonesia Merdeka hingga masa Orde Baru berkuasa. Ketua Dewan Mahasiswa selalu menjadi kader pemimpin nasional yang diperhitungkan pada jamannya.

Dewan Mahasiswa berfungsi sebagai lembaga eksekutif sedangkan yang menjalankan fungsi legislatifnya adalah Majelis Mahasiswa. Di Fakultas-fakultas dibentuklah Komisariat Dewan Mahasiswa (KODEMA), atau di beberapa perguruan tinggi disebut Senat Mahasiswa. Para Ketua Umum KODEMA atau Ketua Umum Senat Mahasiswa ini secara otomatis mewakili Fakultas dalam Majelis Mahasiswa. Keduanya dipilih secara langsung dalam Pemilu Badan Keluarga Mahasiswa untuk masa jabatan dua tahun. Sedangkan Ketua Umum Dewan Mahasiswa dipilih dalam sidang umum Majelis Mahasiswa (disadur dari wikipedia dengan sedikit perubahan).

Di ITS sendiri, ormawa intra kampus berformat Dewan Mahasiswa. Dengan format seperti itu cukup beralasan bila dinamika di kampus dan ekstra kampus berkembang sangat baik. Aktifitas yang tinggi ini salah satunya mengarah pada wilayah politik yang selama itu dikenal “zero activity area” sebagai akibat politik pembangunan yang dilakukan oleh rezim orde baru.

Masa Dewan Mahasiswa dan juga Majelis Mahasiswa di Indonesia berakhir pada tahun 1978-an ketika Pemerintah memberangus aksi kritis para mahasiswa dan Dewan Mahasiswa dibekukan. Karena dianggap berpotensi membahayakan kekuasaan maka pemerintah mulai mengatur urusan rumah tangga mahasiswa tersebut, yang selama masa itu dikenal sangat mandiri dan independen. Kondisi ini membuat pemerintah mengeluarkan SK no. 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Kegiatan politik di dalam kampus juga secara resmi dilarang. Kemudian diikuti dengan pembentukan lembaga yang bernama Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) yang pada dasarnya mengintervensi kemandirian ormawa.

Berangkat dari ketidaknyamanan tersebut dibentuklah Senat Mahasiswa. Senat Mahasiswa adalah organisasi mahasiswa intra universitas yang dibentuk pada saat pemberlakuan kebijakan NKK/BKK pada tahun [1978]. Sejak 1978-1989, Senat Mahasiswa hanya ada di tingkat fakultas, sedangkan di tingkat universitas ditiadakan. Di tingkat jurusan keilmuan dibentuk Keluarga Mahasiswa Jurusan atau Himpunan Mahasiswa Jurusan, yang berkoordinasi dengan Senat Mahasiswa dalam melakukan kegiatan intern. Pada umumnya Senat Mahasiswa dimaksudkan sebagai Lembaga Eksekutif, sedangkan fungsi legislatifnya dijalankan organ lain bernama Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM). Pada tahun 1990, pemerintah memperbolehkan dibentuknya Senat Mahasiswa tingkat Perguruan Tinggi namun model student government ala Dewan Mahasiswa tidak diperbolehkan. Senat Mahasiswa yang dimaksudkan adalah kumpulan para Ketua-Ketua Lembaga Kemahasiswaan yang ada: Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas, Ketua Umum BPM dan Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa. Model seperti ini di beberapa perguruan tinggi kemudian ditolak, dan dipelopori oleh UGM, Senat Mahasiswa memakai model student government.

Senat Mahasiswa menjelma menjadi Lembaga Legislatif, termasuk di tingkat Fakultas. Lembaga Eksekutifnya adalah Badan Pelaksana Senat Mahasiswa. Belakangan nama Badan Pelaksana diganti dengan istilah yang lebih praktis : Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Awalnya BEM dipilih, dibentuk dan bertanggung jawab kepada Sidang Umum Senat Mahasiswa namun sekarang pengurus kedua institusi sama-sama dipilih langsung dalam suatu Pemilihan Umum (dikutip dari wikipedia.com).

Di ITS sendiri kemudian juga dibentuk Senat Mahasiswa sebagai wujud keinginan mahasiswa untuk membentuk sebuah wadah ormawa yang mandiri, independent, dan mampu menaungi seluruh aktivitas kemahasiswaan di tingkat institut. Kemudian seiring dengan dinamisasi yang berjalan di ITS, dilaksanakan MUBES I, MUBES II, dan MUBES III yang merupakan perwujudan dari keinginan penyatuan visi dan misi seluruh mahasiswa ITS. Dari proses-proses tersebut lahirlah sebuah system yang menaungi aktivitas kemahasiswaan di ITS yang dinamakan Keluarga Mahasiswa ITS (KM ITS).

Selain KM ITS, dari MUBES yang terakhir juga terlahir sebuah dasar hukum yang menjadi acuan tertinggi di ITS yaitu, Konstitusi Dasar KM ITS. Dari sistem KM ITS dan KD KM ITS ini diharapkan terwujud cita-cita dan tujuan bersama seluruh mahasiswa ITS (seperti yang tertuang dalam Mukadimah KD KM ITS dan KD KM ITS Pasal 7).

Gerakan mahasiswa merupakan bagian dari gerakan sosial yang didefinisikan Nan Lin (Nan Lin, Social Movement dalam Encyclopedia of Sociology. New York: MacMillan Publishing Company, 1992, hal. 1880) sebagai upaya kolektif untuk memajukan atau melawan perubahan dalam sebuah masyarakat atau kelompok. Rudolf Heberle (1968) menyebutkan bahwa gerakan sosial merujuk pada berbagai ragam usaha kolektif untuk mengadakan perubahan tertentu pada lembaga-lembaga sosial atau menciptakan orde baru. Bahkan Eric Hoffer (dikutip Asep Setiawan dalam Diktat Gerakan Sosial. Jakarta: Jurusan Ilmu Politik, FISIP UMJ, 1998, hal.10) menilai bahwa gerakan sosial bertujuan untuk mengadakan perubahan.

Secara hakiki, gerakan mahasiswa adalah gerakan intelektual—jauh dari kekerasan dan daya juang radikalisme. Mengingat, gerakan ini bermuara dari kalangan akademis kampus—cenderung mengedapankan rasionalitas dalam menyikapi perbagai permasalahan. Dalam blog pribadinya, Ogie Sugiyono menjelaskan bahwasanya gerakan intelektual mahasiswa ini sewajarnya berdiri dan terbangun di atas tiga pondasi dasar, yaitu tradisi diskusi, tradisi menulis, dan tradisi membaca.

Pertama, terbangun diatas tradisi diskusi (Discussion Tradition). Gerakan mahasiswa harus memperbanyak ruang diskusi—pra-pasca pergerakan. Diskusi akan membawa gerakan mahasiswa menjadi sebuah gerakan rasional dan terpercaya—ciri khas gerakan mahasiswa. Lantaran itu, elemen masyarakat secara umum akan lebih menghargai isu-isu diusung oleh gerakan mahasiswa.

Seperti dalam menurunkan demonstrasi, elemen gerakan mahaiswa harus mengkaji lebih detil—apa, mengapa, akibat dan latar belakang—kebijakan pemerintah harus ditentang. Dari kajian-kajian dalam bentuk diskusi lepas dengan mengundang para pakar dibidang-bidang berkaitan dengan agenda aksi, akan mampu melahirkan gagasan-gagasan dan analisa cemerlang. Secara subyektif memang sudah selayaknya tradisi ini dijunjung tinggi oleh mahasiswa, mengingat dewasa ini, aktualisasi dan keakuratan data sangat penting bagi gerakan mahasiswa dalam mengkritisi dan bertindak. Sebagaimana kita jetahui zaman semakin maju sehingga dalam mengungkap sesuatu atau menghujam kritik harus berdasar, jelas, akurat dan terpercaya, tanpa itu sulit bagi gerakan mahasiswa dalam menyakinkan rakyat dalam menyalurkan aspirasi.

Kedua, terbangun diatas tradisi menulis (Writing Tradition). Aktivitas menulis merupakan salah satu gerbang menuju tradisi intelektual bagi gerakan mahasiswa. Sejak dulu sampai kini, tokoh dan intelektual bangsa Indonesia—yang notabene mantan tokoh aktivis pemuda dan mahasiswa, banyak melemparkan gagasan atau ide-ide cemerlang, kritikan tajam dan membangun wacana dalam bentuk tulisan. Sebut saja nama tokoh-tokoh populer seperti, Bung Karno, Bung Hatta, M. Natsir pada era prakemerdekaan. Bila kita balikkan ke pergerakan mahasiswa, mendukung dan menggalakkan melemparkan isu-isu lewat tulisan perlu perhatian serius.

Karena, mewacanakan isu-isu melalui media cetak dapat dibaca oleh kalangan lebih luas, dalam artian lebih efektif untuk menyebarkan gagasan atau wacana ke seluruh pelosok persada nusantara, bahkan sampai mancanegara.

Hal ini bersinergi dengan peran mahasiswa Indonesia, selain diorasikan melalui mimbar bebas dalam aksi demonstrasi juga dapat diwujudkan bagi tokoh-tokoh pergerakan mahasiswa dalam bentuk tulisan di Media Massa. Gerakan mahasiswa di Indonesia tak bisa lepas dari dukungan penuh media massa untuk menggapai hasil maksimum dalam perjuangan.

Ketiga, terbangun diatas tradisi membaca (Reading Tradition). Aktualisasi isu sangat penting bagi gerakan mahasiswa dalam bergerak. Begitu cepat pergeseran berita dan opini publik, memaksa kita untuk senantiasa membaca—kalau tidak akan tertinggal. Kesibukan bukan alasan tepat untuk tidak membaca, di mana atau kapan pun bisa kita luang waktu untuk membaca.

Dari ketiga pondasi tersebut sudah selayaknya mahasiswa dewasa ini yang pergerakannya cenderung agak lesu, mulai membangun lagi semangat kejuangannya untuk membela kepentingan rakyat. Hal ini dapat ditumbuhkan dengan menumbuhkan kepekaan dari mehasiswa itu sendiri sehingga bisa lebih sadar dan peduli dengan apa yang terjadi pada lingkungan sekitarnya dan benar-benar bisa memainkan perannya sebagaimana mestinya.

Dari berbagai permasalahan yang dihadapi dunia pergerakan, mahasiswa dengan pergerakannya perlu mengubah paradigma perjuangannya untuk tetap bisa eksis sehingga rakyat kembali menaruh kepercayaan. Tema-tema perjuangan dan gerakan moralitas, pencerdasan kaum pinggiran, pengentasan kemiskinan serta isu-isu sosial lainnya akan lebih terasa dampak manfaatnya terhadap masyarakat kita. Jika selama ini sumbangsih pergerakan mahasiswa sebatas usulan, demo dan pengontrol maka ke depannya dituntut sebagai pelaku dan bahkan mungkin penentu.

Namun perubahan paradigma dunia pergerakan mahasiswa hendaknya tidak mengurangi fungsinya sebagai The Agent of Change and Social Control serta motor penggerak pembaharu yang tetap peduli dan berpihak kepada masyarakat bawah karena sampai kapan pun mahasiswa dengan semangat mudanya akan tetap memegang peranan penting dalam mengontrol kebijakan-kebijakan publik agar tetap memikirkan akar rumput dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

*esai ini ditulis Januari 2010 sebagai salah satu persyaratan mengikuti LKMM TM FTI-ITS 2010

6 comments:

  1. suwun mas.. tak jupuk gawe sarat TM!!! hehehe19

    ReplyDelete
  2. tengkyuu,,
    samaa,,
    tak copi buat syarat TM...

    hohohohoo

    ReplyDelete
  3. monggo mas....
    tapi tolong dicantumkan juga kutipannya....
    *etika hak cipta
    ^_^

    ReplyDelete
  4. wahai kalian yang rindu kemenangan
    wahai kalian yang turun ke jalan
    demi mempersembahkan jiwa dan raga
    untuk negeri tercinta

    ReplyDelete
  5. boleh saya kutip beberapa ya mas..

    ReplyDelete
  6. monggo, jgn lupa cantumkan sumbernya.. :)

    ReplyDelete