December 14, 2009

Serpihan Suara Hati Untuk Garudaku....


Geli...
adalah reaksi spontan pertama kali...
Menghujat...
ketika tahu bahwa aksi tersebut menyebabkan denda yang besar bagi PSSI dan menorehkan catatan buruk dari FIFA tentang penyelenggaraan Indonesia sebagai tuan rumah event sepak bola dunia...
Miris...
ketika mendengar alasan di balik kenekatannya..
Salut dan mendukung....
atas pesan yang ingin disampaikannya..
Barangkali itulah perasaan dan tanggapan atas insiden kecil ketika seorang suporter fanatik Tim Garuda, Hendri Mulyadi, yang secara tiba-tiba berlari menggiring bola kemudian berusaha menceploskannya ke gawang Oman. Seakan dia mengajarkan kepada DUA PULUH TIGA PEMAIN SEPAK BOLA TERBAIK DI NEGERI INI tentang bagaimana bermain penuh semangat, all out, profesional, tanpa kenal lelah, dan gigih berjuang demi kehormatan bangsa.


Menarik memang kala kita membahas suram dan carut marutnya prestasi olahraga negeri kita secara umum, dan sepak bola pada khususnya. SEA GAMES, sepertinya semakin susah saja menandingi superioritas Thailand dan Vietnam untuk bisa menjadi yang terbaik di Asia Tenggara.Memang benar, kita masih berjaya di tiga besar perolehan final Medali SEA GAMES. Namun faktanya, kita harus berjibaku susah payah melawan Malaysia dan Singapura, negara tetangga yg (kata pendahulu kita) mereka banyak berguru pada kita. Yang jauh lebih menyesakkan lagi, para Garuda Muda kita pun dengan sangat mengejutkan dilibas oleh negara kecil yg peringkat, prestasi, atau bahkan kualitas sepak bolanya tidak lebih baik daripada kita.


Ya, Laos seakan-akan mengajarkan kepada kita betapa pembinaan atlet memang harus merata di segala usiaDengan mengalahkan U-23 Indonesia, Laos setidaknya memperbaiki rekor tidak pernah menangnya melawan Indonesia. Bahkan kini muncul Myanmar sebagai potensi baru sepak bola Asia Tenggara.


Lalu, dimanakah posisi Indonesia??Ironis memang. Di kancah Asia Tenggara saja kita masih belum mampu berbicara banyak, dan bahkan BELUM PERNAH mengangkat tropi Jawara Tiger Cup, lambang supremasi tertinggi sepak bola Asia Tenggara.
Di pentas Asia? Apalagi?! Praktis hanya Vietnam, wakil asia tenggara yang sukses lolos ke fase kedua Piala Asia 2007 lalu. Terpantik rasa bangga ketika menyaksikan Timnas kebanggaan kita yang tampil sangat luar biasa kala itu. Sukses menumbangkan tim besar Bahrain 2-1, mampu menyuguhkan pertandingan atraktif dengan semangat militan saat menjamu langganan Piala Dunia dari asia, Saudi Arabia, dan memberikan perlawanan sengit yg sangat menyulitkan semifinalis World Cup 2002, Korsel, meskipun akhirnya kita harus menerima kekalahan tipis kala itu. Akan tetapi, pola permainan dan semangat juang Tim Merah Putih sangat patut diapresiasi dan dibanggakan!


Namun mengapa Timnas a la Piala Asia 2007 seperti itu hampir tidak pernah kita lihat lagi? Sebegitu susahnya kah mencari (MINIMAL) SEBELAS PRIA yang handal, expert, dan jenius secara individu maupun tim di bidang sepak bola dari sekitar DUA RATUS JUTA LEBIH penduduk Negeri ini....???
Kurang pendukung?
Tentu tidak! Saat Tim Garuda tampil di kancah internasional, kita bisa melihat pemandangan unik dimana bonek, aremania, viking, jakmania, lamania, slemania, pasoepati, dan barisan suporter-suporter pendukung tim-tim dari berbagai penjuru tanah air bersatu, berharmoni, dan bersimfoni dalam kesatuan warna Merah-Putih. Apa ini belum cukup untuk membakar semangat juang Timnas kita?


Namun ternyata terdapat banyak sekali masalah kompleks selain itu! ISL, yang disebut-sebut sebagai kasta tertinggi sepak bola profesional Negeri inipun masih harus banyak berbenah. Jadwal pertandingan superpadat yang mengharuskan setiap tim memainkan tiga pertandingan dalam satu minggu sedikit banyak menguras tenaga para pemain, selain dana dari berbagai sumber pastinya. Faktor kebugaran dan stamina pemain yang terus terforsir inilah yang justru menjadi bumerang kala PSSI harus menyiapkan Timnas untuk sebuah event. 
Dampak negatif lain adalah semakin sulit para pelatih menerapkan pola latihan terbaiknya hanya dalam waktu singkat (mengingat jadwal tiga pertandingan dalam seminggu tadi).


Ada satu kalimat menarik dari seorang pemain asing Arema asal Singapura, Mohd. Noh Alamshah ketika ditanya perbedaan atmosfer Liga Singapura dengan ISL, dengan senyum kecil dia menjawab,"Kalau di Singapura lebih main technical. Kalau di sini lebih banyak physical dan stamina yang diforsir"


Sebuah sindiran halus ataukah tamparan keras dari pemain Singapura asli keturunan Bawean (sebuah pulau yang masuk dalam gugusan pulau di Laut Jawa, utara kota Gresik) ini. Belum lagi wibawa wasit yang terkadang masih belum teruji yang didukung pula dengan regulasi Badan Liga Indonesia (sebagai hakim tertinggi) yang belum berani membuat peraturan dan sanksi tegas yang menimbulkan jera. Akibatnya kesalahan, pelanggaran, dan tindakan indisipliner lainnya dari pelaku sepak bola masih sering terulang.


Hmmm. . . . . .Kita mungkin hanya mampu menghela napas panjang atas kenyataan-kenyataan itu dan atas fakta-fakta lain yang sangat kompleks dan belum tertulis pada blog ini.
Kita tunggu saja gebrakan inovasi dari para pihak berwenang, berkuasa, dan ahli di bidangnya, seraya terus berdoa untuk kejayaan sepak bola tanah air, untuk kejayaan Indonesia, untuk senyum manis ibu pertiwi yang telah lama hilang, untuk kokoh, gagah perkasa, dan kedigdayaan Sang Garuda.
Dan untuk nama besar INDONESIA !!

No comments:

Post a Comment